Rabu, 20 Mei 2015

Selamat Hari Buku Nasional !!



“Aku rela di penjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas.”
― Mohammad Hatta

Buku adalah, pengertian dari KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), buku adalah lembar kertas yang berjilid, berisi tulisan atau kosong. Tapi yang dimaksud dalam kaitannya dengan ini tentu buku yang berisi tulisan atau bahasan tertentu di dalamnya. Ada berbagai sumber yang menguak sejarah tentang buku. Sebagian referensi menyebutkan, buku pertama lahir di Mesir pada 2400-an SM setelah orang Mesir menciptakan kertas papirus. Kertas papirus yang berisi tulisan ini digulung.


Kumpulan kertas atau bahan lainnya yang dijilid menjadi satu yang berisi tulisan-tulisan atau gambar itu adalah buku. Sejarah sendiri mencatat Mesir (2400-an SM) merupakan negeri pertama yang melahirkan buku (kuno). Namun Buku itu, belumlah berbentuk seperti sekarang. Buku kuno ketika itu masih berupa tulisan yang tercetak diatas keping-keping batu (prasasti) atau kertas yang terbuat dari daun Papyrus (Papyrus adalah tumbuhan sejenis alang-alang yang tumbuh di tepi sungai Nil). Mesir pula yang mencatatkan diri sebagai bangsa pertama yang mengenal tulisan, tulisan mesir kuno umumnya disebut Hieroglif: yaitu tulisan yang bentuk hurufnya berupa gambar-gambar. Memasuki awal abad pertengahan Papyrus kemudian diganti dengan codek (lembaran kulit domba terlipat yang dilindungi kulit kayu) kemudian diganti lagi menjadi perkamen (kertas kulit). Perkembangan dari codek ke perkamen sendiri besar dipengaruhi oleh orang-orang Timur Tengah yang menggunakan kulit domba yang disamak kemudian dibentangkan, bentangan kulit ini yang awalnya di sebut dengan pergamenum kemudian disebut perkamen. Perkamen lebih kuat dan mudah dipotong serta mudah dilipat sehingga lebih mudah digunakan, inilah yang menjadi cikal awal sebuah buku yang dijilid. Di Indonesia sendiri, pada zaman dulu Buku kuno umumnya ditulis di atas daun lontar yang kemudian kumpulan daun lontar tersebut dijilid hingga membentuk sebuah buku.

Buku-buku kuno tersebut semuanya ditulis dengan tangan, namun seiring berkembangnya zaman turut pula berkembang ilmu pengetahuan manusia. Perubahan besar dalam perbukuan dimulai ketika ditemukannya kertas oleh Cai Lun (105 M): seorang berkebangsaan Cina yang membuat kertas dari kulit kayu murbei serta ditemukannya mesin cetak (abad 15) oleh seorang berkebangsaan Jerman, Johanes Gutenberg. Penemuan mesin cetak ini  merevolusi sebuah buku sekaligus menandai berakhirnya era ortodok penulisan tangan untuk sebuah buku.

Dan tanggal 17 Mei merupakan hari buku nasional dan sejarahnya berawal dari sebuah momentum peresmian perpustakaan nasional pada 17 Mei 1980, di Jakarta. Dijadikanlah sebagai Hari Buku Nasional. Yang pada saat itu Abdul Malik Fajar sebagai oleh Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas). Ide awal pencetusan Hari Buku Nasional ini datang dari golongan masyarakat pecinta buku, yang bertujuan memacu minat atau kegemaran membaca di Indonesia, sekaligus mengenalkan sebuah kebiasaan yang baik yaitu membaca buku. Hari Buku setidaknya mampu memberikan dampak positif dalam menyadarkan masyarakat tentang pentingnya buku. Hari ini, setelah dicanangkan lebih dari tiga dasawarsa yang lalu, visi besar dari peringatan Hari Buku masih tidak jauh berbeda. Namun, ada beberapa hal yang masih perlu dimaknai kembali.

Sangat sedikit yang mengatahui tetang hari buku nasioanl dan apa lagi ditengah masyarakat yang sanagat sedikit sekali berminat dengan budaya membaca. Kalau ada seorang yang membaca malah dicibir habis-habisan sungguh ironis. “Kalau punya banyak buku dikira orang pintar tapi kalau membaca banyakbuku kita pasti menjadi pintar”. Menjadi masyarakat yang “gagap” akan sejarah dengan kealpaan kita memperingati atau setidak-tidaknya mengingat akan hari-hari penting bangsa sendiri, atau pula ada kecendrungan dari kita menjadi masyarakat “gemar upacara seremonial” yang penuh dengan pesta pora peringatan hari besar nasional dengan glamor ya hanya serimonial belaka.jadi teringat kata-kata “Jika ingin menghancurkan sebuah bangsa dan peradaban, hancurkan buku-bukunya; maka pastilah bangsa itu akan musnah.” Milan Kundera.

Dimana buku idealnya menjadi sebuah media pencerahan dalam  kehidupan disamping media-media yang lain seperti: Televisi, Radio, Koran, Majalah bahkan internet, namun buku tetap mempunyai peranan penting yang tak terbantahkan. Bahkan sosiolog agama asal Iran: Ali Syari’ati pernah mengatakan “Buku adalah seperti makanan, tetapi makanan untuk jiwa dan pikiran. Buku adalah obat untuk luka, penyakit, dan kelemahan-kelemahan perasaan serta pikiran manusia. Jika buku mengandung racun, jika buku dipalsukan, maka akan timbul bahaya kerusakan yang sangat besar.”

Bukankah membaca itu membuka jendela dunia. Buku juga adalah teman setia yang tak pernah bosan yang menemani perjalanan ini. Di dalam kitab suci Al Qur’an, dimana ayat paling pertama dari Al Qur’an yaitu Al Baqarah memerintahkan “Iqra, -bacalah.

Kolektif media KBBT ruangmenataplangit.



Rabu, 13 Mei 2015

B I R yang terlarang hmm..

BIR : BIncang Ringan BEER

“katanya kalau tak ada bintang di langit, lihatlah bintang di dalam kulkas tapi sekarang susah untuk mendapatkanya”  kecuali di pulau Dewata saja atau di pasar gelap yeah .

Kenapa BIR dilarang sih aduh katanya GLOBALISASI taunya salah tulis atau baca jadi GOBELINASI ehh salah DIKIRIMINASI hehehe.. maaf  bukan maksud menyinggung nama baik Bapak tapi keserimpet di BIncang Ringan malam ini seorang kawan dari jalanan yang terasa bingung dengan larangan alkohol yang cuman 5 persen, bicaranya sedikit dan tak lagi di bawah alkohol 5 persen yeah .


Dengan adanya kebijakan larangan penjualan minuman beralkohol alias minuman keras (miras) di minimarket-minimarket di Indonesia berlaku efektif mulai Kamis, 16 April. Larangan itu dimuat dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol.
Permendagri itu melarang penjualan minuman beralkohol golongan A, yaitu yang berkadar alkohol di bawah 5 persen, di minimarket. Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel menegaskan, kebijakan itu diambil untuk melindungi generasi muda dari miras. Saat ini, akses generasi muda terhadap miras dinilai terlalut mudah, terutama dengan membeli miras di minimarket.

Balada Bir yang dianggap tak bermoral

Salah satu minuman yang jadi bahan perbincangan adalah Bir Pilsener. Minuman ini akan dilarang peredarannya di toko swalayan (dalam hal ini yang dimaksud: Minimarket) dan toko kelontong di seluruh Indonesia (bukan di Hypermarket dan Supermarket) karena termasuk golongan A, yang mana kadar alkoholnya pada kisaran lima persen.

Contohnya Bali, salah satu provinsi di Indonesia yang hidup dari isu pariwisata. Faktanya, isu ini membuat keberadaan minuman bir menjadi langka di daerah pinggiran-pinggiran di luar pantai Kuta. Karena langka, maka harganya pun naik dari yang biasanya Rp 25 ribu per botol besar, sekarang berada di kisaran Rp 31 ribu sampai Rp 35 ribu per botol, baik di toko kelontong dan toko swalayan. Saya melihat dan mendengar sendiri ada beberapa toko swalayan yang memang sudah tidak menjual dan menambah persediaannya lagi.
Lah kenapa yang disalahkan konsumen kenapa tak di berlakukan batasan umur  di lihat dari KTPnya haha aneh memang kebijakan sang bijak disana dari pemerintah. Namun, apakah pemerintah bisa menjamin, bahwa oknum pemerintah tidak akan bisa disuap jika ada toko kelontong atau toko swalayan yang membutuhkan stok minuman pada hal system negra ini masih cenderung korup mau kerja saj harus pake uang buat pelican katanya sih, sehingga harga dan isi dari produk tidak akan dimanipulasi oleh penjual ke pembeli!! Demi mengumpulkan keutungan yang lebih, jadinya yang jadi korban pasti konsumen lagu lama pake format digital mp3.


Aspek moral memang tidak bisa dilepaskan begitu saja dalam dinamika perekonomian suatu negara di dunia, termasuk Indonesia. Sudah sejak zaman Adam Smith (Bapak Ekonomi Kapital) melawan kebijakan Merkatilisme (ekonom kerajaan yang mengedepankan kebijakan proteksi) tentang definisi kekayaan negara, setua itu pula aspek moral selalu bergumul dengan keuntungan.

Memang ada perbedaan budaya di antara bangsa sebelah Barat yang diwakili Eropa dan Amerika, dengan Asia, Indonesia dari Timur. Perbedaannya terhadap sebuah persepsi apakah minum bir beralkohol lima persen itu bisa membuat mabuk atau hilangnya kontrol diri si peminum, dibanding dengan minum vodka, mansion (kandungan alkoholnya di atas 15 persen)? Namun, harus diakui bahwa segala sesuatu yang terlalu berlebih itu tidak baik. Minum air putih saja, jika dilakukan terus menerus dalam satu waktu, juga bisa menyebabkan rasa kebas dan mual di perut. Jadi, yap mabuk air putih jadinya. Tapi di Indonesia ada tradisi minum beralkohol kenapa jadi munafik begini bangsa Indonesia bahkan di setiap daerah ada minuman berlkohol yang sangat khas. 

Di Indonesia,  bukan Negara agama dan bukan Negara sekuler Negara pancasila katanya dan prakateknya coba nilai sendiri. Mungkin karena ada slogan negara mayoritas yang menganut beragama, isu-isu moral terkait minuman beralkohol selalu menjadi komuditas politik. Padahal di sisi lain, karena adanya keinginan yang tidak terbatas, membuat individu akan terdorong untuk mencari objek pemuasan. Dan jika si individu tidak mendapatkannya, dia akan mencari sesuatau yang menjadi sebuah alternatifnya. Istilah bahasanya adalah “barang KW” atau kualitas tingkat dua , tiga atau empat atawa yang super KW katanya sich mendekati yang asli tapi palsu dan KW atau yang asli sesuai dengan tingkat ekonominya. Dan timbulnya pasar gelap “black market”. Dan Negara kehilangan pendapatan lewat pajak sungguh ironi.


Kematian dan kriminalitas bukan di sebakan oleh alkohol tapi tingkat ekonomi dan kesenjangan yang semakin lebar. Kriminalitas karena desakan ekonomi yang semakin susah saja akibat inflasi dan minimnya lowongan pekerjaan. Dalam rilis terbaru BPS, upah buruh tani pada Desember 2014 secara nominal Rp45.491 per hari atau naik 1,03% dari bulan sebelumnya Rp45.026. Namun, secara riil berada pada posisi Rp37.839 atau turun dari nominal juga turun 1,63% dari posisi upah riil bulan sebelumnya Rp38.466. Garis kemiskinan selama periode Maret 2014-September 2014 naik 3,17%, yakni dari Rp302.735 per kapita per bulan pada Maret 2014 menjadi Rp312.328 per kapita per bulan pada September 2014. Dengan naiknya garis kemiskinan, potensi kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin pun ikut besar.
 “Tiap-Tiap Warga Negara Berhak atas Pekerjaan dan Penghidupan yang Layak bagi Kemanusiaan”

 Dan di sektor pekerjaan Indonesia yang belum siap menyambut MEA karena pendidikan yang mahal dan tak terjangkau rakyat yang semakin dimiskinkan oleh sebuah kebijakan Negara yang salah urus. Pemerintah seakan dan sepertinya lupa dengan amanat konstitusi negara ini yaitu Pasal 27 UUD 1945 bahwa.  Weleh-weleh BIR ..BEER yang di kambing hitamkan, kalau orang putus cinta juga ada yang mati bunuh diri minum racun serangga atau lompat dari poho toge hehehe, ada juga geng motor yang beringas mereka minumnya apa ada yang fermentasi janin campur bodrex atau campur alkohol untuk luka campur minuman berergi jadinya memicu jantung lebih cepat andronalin dan cepat juga ajal menjemput. Yang namanya kematian rahasia Tuhan Yang Maha Esa katanya bagi yang mepercayai kalau Ateis terserah deh..

Kolektif media KBBT


Selasa, 05 Mei 2015

Selamat Hari Pendidikan Nasional



HARDIKNAS 2015

Selamat hari pendidikan nasioanal kawan-kawan sebangasa tanah dan sebangsa air … Semoga sistem pendidikan di Indonesia makin bagus, makin banyak orang yg makin pintar, banyak beasiswa, kurikulum bagus dan sesuai, gaji guru makin baik. Sehingga akhirnya bisa memperbaiki kualitas hidup bangsa ini. Amin

Setelah hari buruh tanggal 2 Mei  adalah hari pendidikan nasional. Idealnya, pelajar itu datang dan aktif di sekolah adalah untuk menuntut ilmu. Meskipun faktanya, tak jarang masih saja terjadi tawuran antar pelajar  dan kekerasan bullying. Pelajar yang saat ini sedang menyiapkan dirinya dengan berbagai bekal ilmu dapat menjadi orang yang mampu bertahan hidup dengan segala kondisi dan berpikir merdeka. Serta sebagai pembebasan dari  kerakusan wakil rakyat yang ada di parlemen, merdeka dari masyarakat yang buta huruf, merdeka dari kelaparan, dan merdeka dari harga diri bangsa yang terlalu rendah diri.

“Ikut mencerdaskan kehidupan bangsa” adalah jargon yang nyaring di lantunkan para tokoh-tokoh pendidikan dan cita-cita anak-anak kalau ditanya hampir sebagian ingin menjadi berguna bagi nusa dan bangsa hahaa.. hanya selogan belaka kenyataanya hmm bersembunyi di balik kata-kata. Cita-cita tersebut “Ikut mencerdaskan kehidupan bangsa” tertera jelas dalam pembukaan UUD 1945. Berbagai upaya demi melaksanakan cita-cita agung itulah, yang telah mengantarkan Ki Hadjar Dewantara dengan mental yang tidak tanggung untuk berani mendirikan sekolah. Sekolah yang dalam tujuannya bukan untuk melahirkan budak-budak yang patuh, tapi sekolah yang mampu melahirkan para jenius yang hatinya tidak khianat terhadap bangsa sendiri,dan sebagai pembebasan. “Tamansiswa” adalah sekolah pertama yang didirikan oleh Ki Hadjar tepat 3 Juli 1922 sebagai wujud pemberontakan atas kebiadaban penjajah Belanda waktu itu. Beliau tidak sendiri kala itu bersama kolektifnya: Ki Sutatmo Suryokusumo, Ki Suryo Putro, Ki Pronowidigdo, Ki Cokrodirdjo, Nyi Sutartinah Suwardi, Ki Sutopo Wonoboyo dan Ki Subono adalah rekan Ki Hadjar yang ikut aktif mendirikan Tamansiswa.

Ki Hadjar telah mengajarkan kita bagaimana cara hidup sebagai manusia Indonesia yang berjiwa merdeka dan menentang segala bentuk penjajahan. Sebagai gerakan kultural sekaligus gerakan moral, lewat Tamansiswa mengajarkan kritis-kritis yang tajam menunjukkan dirinya sebagai pembebas. Pembebasan untuk masyarakat secara adil, tanpa diskriminasi atas ras, agama, kelas sosial, maupun atas material yang dimiliki.

Pendidikan seharusnya dilihat sebagai pembebasan. Melalui pendidikan, manusia sadar hakikat dan martabatnya dalam interaksi dengan lingkungan dan sesamanya. Itu berarti pendidikan mengarahkan manusia untuk peduli lingkungan, budaya, dan martabatnya. Bukan sebaliknya, pendidikan tidak memanusiakan manusia dan justru tercerabut dari lingkungan dan martabatnya yang agung dan hanya menjadi sebuah “penjara” kehidupan yang statis dan masa bodoh/apatis. Kehidupan masyarakat yang merasa tertekan, yang pada umumnya menderita kemiskinan dan keterlantaran pendidikan, serta berada dalam “kebudayaan palsu” yang berjuang sendiri secara individu pada hakekatnya manusia adalah membutuhkan manusia lainya.

Kolektif kerja Penggiat baca-baca di taman