STONEHENGE: CARA KUNO UNTUK MEMPERHITUNGKAN WAKTU
WALAUPUN sekarang sudah setengah hancur dalam perjalanan
waktu sekitar 35 abad, Stonehenge tetap merupakan pemandangan yang mengesankan.
Pilar-pilar batunya yang berukuran raksasa dan kasar menjulang tinggi di
Dataran Salisbury. Stonhenge terdiri dari empat bangunan pokok. Bagian paling
luar berupa lingkaran pilar-pilar dengan garis tengan 30 m, terdiri dari
tiang-tiang batu pasir yang 5,5 m tingginya; tiang ini secara kasar berbentuk
persegi dan ditumpangi balok-balok yang sama kasarnya. Di dalam lingkaran
paling luar ini berdirilah lingkaran lain dari batu-batu yang lebih kecil dan
lebir kasar bentukannya. Kemudian di bagian dalam kedua lingkaran tersebut
terdapat dua susunan batu yang masing-masing berbentuk tapal kuda.
Kedua bangunan bagian dalam ini merupakan kuil yang
sebenarnya. Untuk penghitungan waktu diperlukan tiga unsur lain lagi, yakni
batu altar yang berpusat pada ujung terbuka kedua tapal kuda; sepasang tiang
besar yang berdiri di bagian timur laut pada lingkaran pilar utama; dan lebih
jauh dari sepasang tiang ini masih ada sebuah tiang lain, yang dikenal sebagai
batu tumit.
.
Bagi para pembangun Stonehenge, pesta utama dan yang mungkin
merupakan permulaan tahun adalah hari pertengahan musim panas (tanggal 24
Juni). Pada hari itu di kala fajar menyingsing, imam kepala dapat berdiri di
tengah monumen pada batu altar, memandang melalui pilar-pilar dari kedua
lingkaran besar dan kedua tiang besar di luar, serta melihat Matahari terbit
tepat di atas batu tumit. Di tengah musim dingin, sekitar hari yang terpendek
dalam tahun (tanggal 22 Desember), imam kepala tadi dapat melihat ke luar pada
arah yang berlawanan di waktu senja dan melihat Matahari terbenam di antara
kedua tiang besar paling luar.
Beberapa kuil megalitik lainnya, seperti halnya Stonehenge,
agaknya digunakan untuk merayakan tahun yang berlangsung dari hari pertengahan
musim panas (atau musim dingin) yang berikutnya. Dan masih ada kuil lain yang
dibangun untuk tahun pertanian dan mulainya pada awal bulan Mei. Kedua macam
kuil ini dibaktikan untuk memuja kehangatan dan kekuasaan Matahari yang
memberikan kehidupan. Meski tidak dapat dibuktikan secara pasti, namun kedua
kuil ini mungkin digunakan juga untuk mengikuti musim dengan pengamatan
Matahari.
Betapa pun rumitnya, bangunan seperti Stonehenge bukanlah
sebuah kalender; kegunaannya adalah membantu para pembangunnya untuk mengetahui
kapan tugas-tugas keagamaan tertentu atau tugas-tugas pertanian harus
dilaksanakan. Bangunan itu tidak membagi tahun menjadi satuan-satuan yang lebih
kecil. Tak ada bukti bahwa pembangunnya tahu bahwa tahun syamsiah yang mereka
rayakan memuat hari dalam jumlah tertentu. Pengetahuan semacam ini hampir pasti
menuntut pengamatan dan pencatatan selama waktu yang cukup panjang. Dan tugas
itu mengandaikan suatu masyarakat yang beberapa orang anggotanya tidak hanya
belajar membuat catatan, melainkan yang memang melakukannya sebagai pekerjaan
mereka.
.
Contoh jelas yang paling kuno tentang masyarakat seperti itu
muncul kurang lebih 5.000 tahun yang lampau di tepi Sungai Tigris dan Efrat, di
kalangan bangsa Sumeria. Mereka adalah bangsa yang menonjol bakatnya dan yang
pertama kali mengembangkan kebudayaan kota dan tulisan. Untuk membuat kalender,
bangsa Sumeria mempunyai ahli khusus yang terdiri dari para imam penulis.
Mereka membuat catatan pada kepingan yang terbuat dari tanah liat basah dan
mereka pun pasti sudah menjadi ahli dalam hal mencatat waktu.
Dalam tiap kota pemerintahan bangsa Sumeria, imam-imam
bertanggung jawab memerintah negeri atas nam dewa-dewa dan wakil dewa di dunia,
yaitu raja. Tugasnya tidaklah sederhana. Untuk membangun suatu peradaban dari
paduan paya dan gurun di daerah Mesopotamia yang rendah, diperlukan jaringan
tanggul dan parit untuk saluran pengering dan pengairan. Pengaturan pekerjaan
ini serta kuil-kuil rumit yang dibangun dari batu bata tempat para imam
memimpin upacara menuntut kerja orang banyak yang terkoordinasikan. Sekali
dibangun, sistem saluran pengering dan pengairan itu harus tetap diperbaiki.
Yang sangat penting dari segi penghitungan waktu ialah bahwa
ladang gandum dan jelai, bawang dan ketimun yang diari harus dibajak, taburi
benih, dipelihara dan dipanen pada waktu-waktu tertentu dalam setahun.
Hari-hari pasaran diadakan secara berkala di setiap kota kecil dan dan
kerajaan. Dewa-dewa yang kemauan baiknya menentukan kemakmuran kerajaan harus
ditentramkan dengan doa dan kurban pada hari-hari suci tertentu, dan perayaan
ini harus dilakukan pada hari yang sama di setiap kota. Bagi masyarakat yang
demikian kompleks, perhitungan musim secara kasar saja tidak memadai.
Sayangnya pengetahuan kita mengenai kalender bangsa Sumeria
sangat terbatas; pengetahuan ini terutama berasal dari dokumen peninggalan
bangsa Babilonia yang menggantikan bangsa Sumeria sebagai penduduk
Mesopotamia.[]
Referensi:
Hawkins, Gerald S, `Stonehenge Decoded` , 1965
Tidak ada komentar:
Posting Komentar