Rabu, 29 Oktober 2014

catatan oktober baca-baca di taman

Catatan akhir oktober 2014

Catatan di akhir bulan oktober 2014, baca-baca di taman di depan rumah kaca taman menteng yang kembali gelap karena lampu tak dinyalakan. Baca-baca di bulan oktober ini hanya sekali saja lampu menyala setelah itu dalam kegelapan sehingga kegiatan baca-baca di taman tak berjalan dengan lancar.

Taman Menteng Sabtu , 25 oktober 2014. 19:35 kami merapat juga di taman menteng yang kembali gelap gulita karana lampu taman dan rumah kaca di matikan tetapi di lapangan lampu menyala karena besok ada acara music dan pemutaran film, mungkin ini namaya ruang public cuman yang punya duit haha.. ketika taman ruang publik terjadi diskriminasi antara yang sesuatu untuk publik dan yang punya duit/modal, Kembalikan Ruang publik untuk publik..

Taman Menteng yang gelap yang katanya mencoba menjadi taman public ternyata belum juga terwujud karena masih terlalu gelap beberapa bagian taman apalagi dengan icon taman menteng , rumah kaca yang gelap gulita.

Hmm mentap langit di taman menteng yang gelap gulita di akhir bulan oktober yang tak kunjung turun hujan untuk menyelesaikan musim kemarau yang terlalu panas dan penuh debu.
Sumpah pemuda atau pemuda yang di sumpah serapah. Ketika pemuda yang telah kehilangan spirit muda. Kami masih muda masih punya banyak cinta, kami masih muda jelang esok penuh pesona, kami muda punya harapan, kami muda punya tujuan tuk membuat tatanan keadilan dan keseimbangan. Walau dalam kegelapan taman menteng tapi KBBT komunitas nocturnal ini masih bersemangat untuk berbincang ringan.

Sampai ketemu di kudeta (kumpul dengan teman) di awal bulan November 2014


Rt ruangmenataplangit

Selasa, 21 Oktober 2014

ruang yang menatap langit II




Rumah kaca yang kembali menerangi baca-baca di taman

Mentari tenggelam berganti malam telah datang, bersiap untuk membuka baca-baca di taman seperti biasanya di taman menteng sabtu ini. Naik angkutan umum menuju taman menteng dengan sedikit kepadatan yang akhirnya terlewati juga. Taman Menteng malam itu terlalu ramai di depan rumah kaca, karan ada pemotretan anak sekolah untuk buku tahunan. Dan kami seperti biasa menggelar bahan merah dan hitam sebagai alas untuk buku-buku dan zine di depan rumah kaca yang sedang di bersihkan karena sudah terlalu kotor dan berdebu.


Duduk di bunderan air muncrat di samping rumah kaca yang tak di nyalakan sehingga tak terdengar gemericik air seperti air hujan yang turun pada bulan Oktober seperti tahun yang lalu. Rumah kaca yang kembali menerangi baca-baca di taman sehingga ritual tiap minggu ini menjadi berjalan lancar.

Ruang terbuka hijau/ruang publik sangat di butuhkan apa lagi di kota yang terlalu padat dan di sesaki perumahan padat dan gedung bertingkat pencakar langit. Kota-kota besar sering kali dijadikan simbol dari sebuah kemajuan atau keberhasilan. Gedung-gedung tinggi yang menjulang mencakar-cakar langit serta pusat-pusat perbelanjaan nan megah menjamur seperti di musim penghujan tumbuh subur dan berlomba-lomba untuk menjadi landmark atau icon dari setiap kota. Bahkan disalah satu sisi ibu kota Jakarta saja bisa berdiri dua atau tiga bahkan empat pusat perbelanjaan sekaligus dengan jarak yang sangat berdekat-dekatan atau pun kkebanyakan bersebelahan atau berhadapan. Belum lagi kendaraan bermotor yang tumpah ruah membanjiri setiap sudut jalan ibu kota, pembangunan jalanan dan kendaraan yang terus belomba-lomba untuk memenuhi sisi jalanan yang semakin sempit.


Taman merupakan ruang publik yang hijau dipandang mata membuat oase di tengah belantara hutan beton yang semakin sesak mengusur ruang terbuka hijau. Menatap langit saja tak bisa tak ada lagi ruang untuk menatap indahnya langit. Stephen Carr dalam bukunya Public Space, ruang publik harus bersifat responsif, demokratis, dan  bermakna. Ruang publik yang responsif artinya harus dapat digunakan untuk berbagai kegiatan dan  kepentingan luas. Secara demokratis yang dimaksud adalah ruang publik itu seharusnya dapat dimanfaatkan masyarakat umum tanpa harus terkotak-kotakkan akibat perbedaan sosial, ekonomi, dan budaya.  Bahkan, unsur demokratis dilekatkan sebagai salah satu watak ruang publik karena ia harus dapat  dijangkau (aksesibel) bagi warga dengan berbagai kondisi fisiknya, termasuk para penderita cacat tubuh  maupun lansia sambil duduk santai menikmati waktu istirahat mereka sambil beraktifitas ringan atau olahraga. Dan akhirnya jawaban solusinya bukan selalu berkahir berlibur di luar kota. Padahal ruang-ruang publik seperti ini adalah kebutuhan untuk menjaga keseimbangan kota. Ruang Terbuka Hijau menjadi sangat dibutuhkan. Seiring dengan perubahan iklim yang terus memburuk, masalah penghijauan dan kelestarian menjadi perhatian serius tak hanya bagi bangsa indonesia tapi juga masyarakat dunia. Menurut aturan internasional mengenai ruang terbuka hijau suatu kota harus mencapai angka 30 persen dari luas kota. Kesepakatan masyarkat internasional ini juga di amini oleh pemerintah Indonesia dengan menetapkan agar daerah perkotaan memiliki minimal 20% dari luas kawasan perkotaannya untuk ruang publik ini.



Menurut Roger Trancik, seorang pakar dibidang Urban Design, ruang terbuka hijau adalah ruang yang didominasi oleh lingkungan alami di luar maupun didalam kota, dalam bentuk taman, halaman, areal rekreasi kota dan jalur hijau. Sementara menurut Rooden Van FC dalam Grove dan Gresswell,1983, ruang terbuka hijau adalah Fasilitas yang memberikan kontribusi penting dalam meningkatkan kualitas lingkungan permukiman, dan merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam kegiatan rekreasi. Ruang terbuka seperti taman ini juga mempunyai fungsi yang tak kalah penting dari masalah lingkungan hidup tapi juga berfungsi sosial dimana masyarakat bisa berkumpul dan bersantai bersama sanak keluarga dengan teman-teman atau pun sebuah komunitas. Dengan hilangnya lahan-lahan seperti ini dari peta kota maka berdampak secara tak langsung bagi proses-proses tersebut bahkan bukan tidak mungkin menciptakan sebuah generasi yang individualistis kelak di kemudian hari karena tidak ada lagi ruang yang berfungsi untuk interaksi sosial bagi masyarakat.


Tak hanya itu, taman adalah ruang terbuka hijau juga berfungsi sebagai pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan, pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara, keanekaragaman hayati dan pengendali tata air serta tak ketinggalan sebagai sarana estetika kota yang sedap di pandang secara visual. Keberadaan ruang ini tak hanya menjadikan kota menjadi sekedar tempat yang sehat dan layak untuk dihuni tapi juga nyaman dan asri. Setidaknya sebuah ruang untuk menatap langit yang membuka cakrawala pengetahuan menjadikan kita berpikir seluas langit dan terbuka terhadap sebuah kebhinekaan.


Uu ruangmenataplangit

Senin, 13 Oktober 2014

Masih Gelap Gulita Taman Menteng Sabtu Ini




mati lampu taman menteng


Sabtu 11 Oktober 2014 siang yang terik menemani aktifitas yang mengalienasi kehidupan manusia yang menjual tenaga produktifnya kepada pemilik modal untuk keberlanjutan hidupnya. Pada dasarnya manusia adalah mahluk kreatif yang menciptakan bentuk dari material yang mana mereka dapat mewujudkan jati diri mereka ke dalam apa yang mereka buat. Dalam masyarakat pra-kapitalis manusia adalah utuh, memiliki otoritas penuh atas diri mereka sendiri. Yap’s mereka menciptakan barang-barang untuk mereka gunakan sendiri untuk memenuhi kebutuhan mereka atau mereka perjual-belikan secara adil.


Hmm beristirahat sejenak setelah akhirnya lepas dari keterasingan ini, untuk berangkat bareng di titik temu di daerah kawasan Selatan Jakarta, Tebet. Sedikit terhambat karena pertemuan sabtu ini belum selesai dan sepertinya telat 20 menit untuk membuka baca-baca di taman. Setelah menerobos kemacetan yang tak terlalu parah akhirnya sampai juga di Taman Menteng yang nampak gelap gulita seperti minggu yang lalu. Taman menteng dalam gelap di depan air muncrat rumah kaca depan bekas sevel yang nampak telah ditutup, lampu taman di sekitaran jalan rumah kaca nampak mati dan rumah kaca lampu pun tak menyala seperti sebelum bulan Oktober. Komunitas baca-baca di taman mungkin komunitas nocturnal yang beraktifitas dan mempunyai waktu lenggang pada malam hari dan siang hari sibuk beraktifitas ada yang sekolah, bekerja untuk menyambung hidup.


Gelap-gelapan di taman membuat kegiatan baca-baca di taman membuat kecewaan para tamu yang sangat antusias untuk singah ke depan rumah kaca berkumpul dengan komunitas baca-baca di taman. Katanya taman menteng bukan tempat mesum tapi malah sabtu inisekitar dua rumah kaca dan lampu tamanya di matikan. Sebagian lagi Nampak menyala ini diskriminasi ruang public yang tak berkehendak mendukung kegiatan baca-baca di taman setiap sabtu malam minggu ini berjalan dengan semestinya. Dan seharusnya ruang publik seperti taman, harusnya memberikan fasilitas penerangan yang cukup bukanya malah menjadi gelap dan cenderung rawan kriminalitas.


Besar kemungkinan jumlah taman kota yang ada di Jakarta sekitaran 1.178 taman kota akan lenyap dan menghilang bila masayarakat dan pemerintah tak punya kepedulian dan berkegiatan di taman. Ketika masyarakat tak lagi mempunyai budaya bertaman dan menjadikan suatu kebiasaan berkegiatan di taman dengan positif dan menyenangkan. Tapi mungkin baca-baca di taman bukanya kegiatan positif bagi sebagian orang dan kegiatan baca-baca di taman yang mengajak untuk berkumpul dan membaca bersama , bersilahturahmi adalah hal yang tak menyenangkan jadinya lampu di taman ini dan rumah kaca mati menjadi gelap gulita saat malam turun. Sambil menatap langit malam ini di depan rumah kaca yang dengan penerangan lampu yang nampak remang-remang penerang jalan nampak di rumah kaca yang gelap membuat ritual baca-baca dan berkumpul ini nampak menikmati gelapnya taman, walau terasa ganjil dengan kegelapan dan tak bisa membaca beberapa lembar halaman buku.


Sampai ketemu sabtu 18 oktober 2014 di depan rumah kaca, taman menteng semoga lampu taman dan rumah kaca menerangi kembali baca-baca di taman.

Uu ruangmenataplangit






Selasa, 07 Oktober 2014

Gelap Gulita KUDETA (KUmpul DEngan TemAn) di Taman Menteng





Langit Jakarta yang cerah Sabtu ini di awal Oktober nanti malam berkudeta berkumpul dengan teman, program tiap awal bulan baca-baca di taman. Tapi sabtu ini sebagian pengiat baca-baca di taman di Goethe house, Menteng kami membuka buku bersama Jaker. Dan sebagian lagi seperti sabtu sebelumnya selama dua tahun ini kami menggelar buku dalam acara baca-baca di taman di depan rumah kaca , taman menteng.

Hmm taman menteng yang  gelap gulita di tengah gemerlap gedung-gedung sekitarnya dan lampu kendaraan bermotor. Setelah hampir setengah jam kami tiba di taman menteng yang bertugas membuka buku di rumah kaca terpaksa merapat juga ke Goethe house JL. Sam Ratu Langi di kawasan menteng juga tak jauh dari JL. HOS Cokroaminoto. Akhirnya kami memutuskan untuk menunggu berharap lampu di taman menteng menyala akhirnya di putuskan jam 22:00 akan membuka baca-baca di taman setelah selesainya acara di Goethe house ini.


Setelah kembali menuju taman menteng yang gelap gulita dan pengunjung yang nampak ramai sekali tak seperti bulan kemarin. Gelap-gelapan di taman katanya taman menteng bukan tempat mesum tapi malah lampu di taman malah mati tak ada penjelasan kenapa lampu taman menteng mati dan rumah kaca pun mati total sehingga menjadi gelap gulita di awal jumpa di bulan oktober ini. Lampu yang mati adalah kesempatan mesum lebih tinggi karana terlalu gelap sekali malam ini tak seperti biasanya di taman menteng.


Dan acara baca-baca di taman dengan keadaan gelap tak dapat berjalan dan kami hanya bernyanyi , berbinang-bincang saja di taman yang gelap gulita dengan pemandangan gemerlap lampu di luar taman menteng yeah..


Semoga lampu di taman di hidupkan kembali, sampai ketemu di sabtu 11 oktober 2014 depan rumah kaca taman menteng
Bawa buku, buka dan baca di taman
Mau pintar kenapa musti bayar!!

S A ruangmenataplangit

Rabu, 01 Oktober 2014

Baca-Baca di Taman Akhir September

baca-baca di taman



Salam dan Bahagia

Tak terasa ini Sabtu ini memasuki bulan terakhir di bulan September dengan cuaca terlalu panas. Siang dihari Sabtu terakhir dibulan September dan mau masuk ke awal bulan Oktober menurut BMKG ( Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) sebagian besar wilayah di Indonesia akan memasuki musim penghujan, mungkin agak sedikit mempengaruhi siang itu cucanya agak sedikit sejuk dan jalanan utaman di Jakarta  tidak sepadat seperti hari sabtu sebelumnya, meringankan langkah untuk bersilaturahmi ke tempat kawan lama dan juga guru mencorat-coret di atas kertas atau pun kanvas, sepertinya lebih pantas dikatakan sebagai seorang seniman yang tinggal di daerah selatan Jakarta, tidak  terlalu  banyak waktu untuk berbincang-bincang disana karena tak terasa sang mulai Surya tenggelam ke arah barat. Bumi yang sudah mulai usang di makan zaman ditambah lagi sang Bumi terus digrogoti oleh kerakusan dan ketamakan segilintir orang yang memiliki modal asing dan para broker pribumi menghisap sumberdaya alam untuk kemakmuran kelompoknya. Dengan tenggelamnya sang Surya ke ufuk barat secara tak langsung mengingatkan untuk menyudahi obrolan dan melanjutkan agenda mungkin juga seperti sebuah ritual mingguan di hari Sabtu gelar buku bacaan di Taman Menteng dalam baca-baca di taman.

Kunjung-mengunjungi bersilaturahmi itu memperpanjang umur loh.. jadi ingat apa kata guru pelajaran agama waktu masih disekolah dasar “kalo mau panjang umur, harus banyak silaturahmi” mungkin yang dimaksud si guru agama banyak silaturahmi itu berteman jangan memilih-milih, kalau sudah dapat banyak teman baru, teman dan kawan lama jangan dilupakan harus tetap dipererat tali silaturahminya “menjalin rasa persatuan & mempererat tali persaudaraan” Dan tentunya banyak kenangan yang pahit sekarang pun di ceritakan penuh kenangan yang manis.
komunitas baca-baca di taman

Taman Menteng sabtu 27 september 2014. Menampakkan sabtu malam minggu ini agak sedikit berbeda jumlah pengunjung taman tak terlalu ramai seperti hari sabtu sebelumnya, biasanya semakin malam semakin ramai. Acara baca-baca di taman sabtu ini menggambar, corat-coret di atas kertas. Ayo menggambar bareng-bareng ditaman. dan nge Bir... huz bukan ngebir yang itu ngebirnya yap’s itu adalah BIRnya berBIncang Ringan di taman tapi, kalau mau BIR yang itu boleh juga sih untuk menghangatkan badan melawan udara malam yang terkadang buat jadi masuk angin. Berbincang ringang ada apa dengan sistem  dunia pendidikan di Indonesia yang bisa dianggap orientasinya bukan lagi menciptakan manusia atau penerus Bangsa yang berkualitas (merdeka lahir & batin, luhur akal budinya dan sehat rohani serta jasmaninya) di lagu Indonesia Raya ciptaan W.R Supratman juga udah dikutip untuk penerus Bangsa ini “bangunlah jiwanya, bangunlah badanya untuk Indonesia Raya”, tetapi pendidikan di Indonesia malah berorientasi keuntungan. Dari bincang ringan Baca-Baca di Taman, penyelenggara pendidikan di Indonesia terlalu menganggap sistem pendidikan dari luar negri itu lebih baik dan hebat lalu langsung mengadopsinya tanpa memfilternya terlebih dahulu, padahal di Finlandia yang sudah diakui sistem pendidikannya terbaik didunia banyak mengadopsi nilai-nilai dari ajaran Ki Hajar Dewantara bapak pendidikan Indonesia pendiri Taman Siswa. Bapak pendidikan bangsa Indonesia yang selalu tak terlepas dari nilai kebudayaan Indonesia itu sendiri.

Di Jogja ada Ki Hajar dengan Taman Siswa & Ahmad Dahlan dengan Muhamaddiyah, di Sumatra Barat ada Muhammad Syafei dengan Kayu Tanam, di Surabaya KH. Masmansur dengan Nahdatul Wathon, di Jombang Jawa Timur ada KH. Hasyim Asy’ari dengan Tebu Ireng dan masih banyak yang lainya, tetapi kalo melihat kondisi sekarang miris rasanya begitu banyaknya tokoh-tokoh hebat pendidikan dimasa lalu tetapi kok dunia pendidikan di Indonesia makin hari makin terpuruk. Karena kebetulan ada beberapa penggiat baca-baca di taman  yang pernah menimba ilmu di Taman Siswa ..ya kata orang sih enggak ada yang namanya kebetulan. Bir ..BIncang Ringan di  malam hari, di depan teras rumah kaca di kelilingi pepohonan banyak mengupas tentang ajaran Ki Hajar, kenapa menggunakan istilah dan konsep Taman bukanya Sekolah, karena taman merupakan tempat yang menyenangkan untuk belajar sambil bermain, sedangkan sekolah terlalu kaku peserta didik dicekoki untuk terus belajar, kan ada istilah kaku banget sih makanya jangan makan bangku sekolahan hehehehe. Ajaran Ki Hajar salah satu yang terkenal tentang ajaran Trilogi Kepemimpinan :
Ing ngarsa sung tulada (di depan menjadi teladan)
Ing madya mangun karsa (ditengah-tengan memberi semangat & menjadi kawan)
Tut wuri handayani (dibelakang memberi motivasi/dorongan)

Dan sistem pendidikan yang dipakai adalah sistem Among dimana guru/si pendidik berperan sebagai pengemong dan berhamba kepada sang anak, yang dimaksud berhamba itu menyesuaikan apa yang dibutuhkan si anak dalam pendidikan bukan memaksanya. Seperti rumput disavana tumbuh subur diberikan percikan air... ya enggak jau beda kondisi bincang ringan didepan Rumah Kaca makin lama makin seru karena percikan (pendapat) dari kawan-kawan yang hadir apalagi ada beberapa tamu yang hadir dan ikut ngeBIR bareng dari Titik Temu Radio dan alumni dari IKIP yang ikut memercikan.. yap’s makin suburlah bincang ringanya karena percikan air yang begitu antusias.

Jadi ingat sebuah kata-kata salah satu Bapak Revolusi Rusia “Lenin pernah memaparkan Imperialisme telah menggantikan kompetisi bebas dengan kapitalisme monopoli sebagai prinsipnya. Masih menurutmu Sektor pendidikan nasional berhadapan dengan serbuan imperialisme dalam dua hal; pertama, pemaksaan terhadap penghilangan tanggung jawab negara dan keharusan melepas sektor pendidikan dalam mekanisme pasar bebas, seperti yang dianjurkan dalam perjanjian General Agreement On Trade and Service (GATS) oleh WTO. Pendidikan diserahkan kepada mekanisme pasar mengakibatkan biaya pendidikan semakin mahal dan rakyat kebanyakan susah untuk mengaksesnya. Kedua, pendidikan nasional disubordinasikan dibawah tujuan-tujuan imperialis; pemasok tenaga kerja murah, penelitian dan pengembangan technology kapitalis dan menanamkan sebuah ideology individualisme dan konsumerisme terhadap masyarakat.”
BIR : BIncang Ringan baca-baca di taman

Sebagai sebuah syarat bebas bagi perkembangan ekonomi nasional harus sejalan dengan perkembangan tenaga-tenaga produktif (teknik produksi dan sumber daya manusia). Untuk memacu pertumbuhan produksi didalam negeri, sektor Industri harus difasilitasi untuk berkembang. Begitu juga, kelas pekerja/ buruh pun harus diberikan jaminan kesejahteraan berupa upah yang layak. Tapi ...hahaha bagaimana hal semacam itu bisa dilakukan? Lha, aku dan kawan-kawan sebagian besar kurang lebih dari 14 juta anak -anak di republik ini saja bukanya tidak mampu bersekolah, tapi tak di beri kesempatan bersekolah oleh negara. Semua itu hanya akan berhasil jika seluruh kekayaan alam dimobilisasi demi kepentingan Industri nasional. Saat ini, usaha untuk membangun dan memperkuat Industri dalam negeri berhadapan dengan serbuan ekonomi kaum Imperialis. Imperialisme yang berwatak monopoli menghendaki penguasaan sumber bahan baku dan material milik negara kita, menguasai perdagangan komoditi dan pasar, dan mengusai massa pekerja kita guna memperbesar akumulasi profit (laba) mereka.

Imperialisme yang berwatak monopoli telah menempatkan negara bangsa (nation) yang terbelakang sebagai sumber penghisapan dan sasaran eksploitasi mereka.  “Tidak akan ada kesempatan untuk membangun ekonomi nasional jikalau susunan ekonomi Imperialis masih mendominasi”. Harus ada upaya untuk merebut kembali semua sumber daya alam kita yang sekarang dikuasai oleh pihak asing. Sektor energi kita yang cukup vital, sekitar 90% telah dikuasai oleh perusahaan-perusahaan asing (MNC), demikian pula dengan mineral dan lain-lain. Akibatnya, Industri dalam negeri sedang berjalan ke arah kolaps, karena penguasaan asing terhadap sumber-sumber energi dan mineral tersebut. 

Lalu apa yang bisa kita lakukan? Tindakan pertama yang perlu dilakukan adalah dengan melancarkan pengambilalihan terhadap perusahaan asing. Pengambilalihan ini disebut dengan Nasionalisasi Aset. Dengan begitu, ekonomi nasional dapat diselamatkan dan basis industrialisasi nasional dapat diciptakan. Nasionalisasi harus ditempatkan sebagai bagian perjuangan menegakkan martabat dan kedaulatan bangsa, dimana bangsa indonesia memiliki posisi setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia, Bukankah di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 sudah dengan jelas disebutkan bahwa “bumi, air, dan kekayaan alam lainnya dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Lalu kenapa kita masih takut untuk menegosiasikan ulang kontrak karya perusahaan-perusahaan tambang asing yang menguasai negara kita? Bahkan bila perlu kita bisa kok menasionalisasikan tambang-tambang itu demi kedaulatan bangsa kita, berdasarkan UUD 1945  pasal 33 tadi kalau pemerintah ini masih punya hati nurani dan benar-benar bekerja untu bangsa dan rakyat indonesia.
Karena dari zaman kolonial sampai katanya zaman reformasi masih saja pendidikan ala kolonial saja yang hanya di beri pendidikan baca dan tulis hanya jadi tukang tulis saja, pendidikan seharusnya membuat manusia hidup dengan segala macam tantangan dan hambatan seperti bebek yang di masak akan melumasi dirinya dengan minyak yang terkandung di tubuhnya. Apa seorang berijasah smp, sma bahkan sarjana dengan lulusan S1, S2, S3 yang kebingungan mencari pekerjaan tak seperti cicak yang tak sekolah tapi tau dimana banyak makanan dimana nyamuk berlimpah untuk dimakan. Dan sialnya lagi pendidikan sudah tinggi bagi seorang petani yang terpaksa menjual rumah, tanah, sawah sudah habis membiayai pendidikan dan terik mentari yang membakar kulitnya dengan hasil panen yang selalu saja tak ada keuntunganya, semnatara buruh bekerja dengan upah minim tak layak untuk hidup di kontrak pula. Boro-boro menjadi kuli di negri sendiri. Akan tetapi sudah tak ada lagi pekerjaan karena kita hanya jadi bangsa penonton di negeri sendiri dengan globalisasi semua pekerjaan sudah di tempati orang asing.

Yap’s seperti biasanya selesai berbincang, berdendang ria bareng kawan-kawan melepaskan kepenatan di malam hari. Yang kian malam semakin meninggi hari pun sudah berganti dan semakin sedikit pengunjung Taman Menteng karena malam menjadi terlalu singkat berlalu begitu cepat sambil menatap langit malam itu …YEAH sampai ketemu di KUDETA (KUmpul DEngan TemaAn) OKTOBER di Taman Menteng

Baca-baca di taman
Bawa buku, buka dan baca di taman
MAU PINTAR KENAPA MUSTI BAYAR !


Tim kolektif media KBBT ruangmenataplangit