 |
baca-baca di taman |
Salam dan Bahagia
Tak terasa ini Sabtu ini memasuki bulan
terakhir di bulan September dengan cuaca terlalu panas. Siang dihari Sabtu terakhir dibulan
September dan mau masuk ke awal bulan Oktober menurut BMKG ( Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika) sebagian besar wilayah di Indonesia akan memasuki
musim penghujan, mungkin agak sedikit mempengaruhi siang itu cucanya agak
sedikit sejuk dan jalanan utaman di Jakarta tidak sepadat seperti hari sabtu sebelumnya, meringankan langkah untuk
bersilaturahmi ke tempat kawan lama dan juga guru mencorat-coret di atas kertas atau pun kanvas, sepertinya lebih pantas dikatakan sebagai seorang seniman yang tinggal di daerah selatan Jakarta, tidak terlalu banyak waktu untuk berbincang-bincang disana karena tak terasa sang mulai Surya tenggelam ke arah barat. Bumi yang sudah mulai usang di makan zaman ditambah lagi sang Bumi
terus digrogoti oleh kerakusan dan ketamakan segilintir orang yang memiliki modal asing dan para broker pribumi menghisap
sumberdaya alam untuk kemakmuran kelompoknya. Dengan tenggelamnya sang Surya ke ufuk barat secara tak langsung mengingatkan
untuk menyudahi obrolan dan melanjutkan agenda mungkin juga seperti sebuah ritual
mingguan di hari Sabtu gelar buku bacaan di Taman Menteng
dalam baca-baca di taman.
Kunjung-mengunjungi bersilaturahmi itu
memperpanjang umur loh.. jadi ingat apa kata guru pelajaran agama waktu masih disekolah dasar “kalo mau panjang
umur, harus banyak silaturahmi” mungkin yang dimaksud si guru agama banyak
silaturahmi itu berteman jangan memilih-milih, kalau
sudah dapat banyak
teman baru, teman dan kawan lama jangan dilupakan harus tetap dipererat tali silaturahminya
“menjalin rasa persatuan & mempererat tali persaudaraan” Dan tentunya banyak kenangan yang pahit
sekarang pun di ceritakan penuh kenangan yang manis.
 |
komunitas baca-baca di taman |
Taman Menteng sabtu 27 september 2014. Menampakkan sabtu
malam minggu ini
agak sedikit berbeda jumlah pengunjung taman tak terlalu ramai seperti hari sabtu sebelumnya, biasanya semakin malam semakin ramai. Acara baca-baca di taman sabtu ini menggambar, corat-coret di atas kertas. Ayo menggambar bareng-bareng ditaman. dan nge Bir... huz bukan
ngebir yang itu ngebirnya yap’s
itu adalah BIRnya berBIncang Ringan di taman tapi, kalau mau BIR yang itu boleh
juga sih untuk menghangatkan badan
melawan udara malam yang terkadang buat jadi masuk angin. Berbincang ringang ada apa dengan sistem dunia pendidikan di Indonesia
yang bisa dianggap orientasinya bukan lagi menciptakan manusia atau penerus
Bangsa yang berkualitas (merdeka lahir & batin, luhur akal budinya dan
sehat rohani serta jasmaninya) di lagu Indonesia Raya ciptaan W.R Supratman
juga udah dikutip untuk penerus Bangsa ini “bangunlah
jiwanya, bangunlah badanya untuk Indonesia Raya”, tetapi pendidikan di
Indonesia malah berorientasi keuntungan. Dari bincang ringan Baca-Baca di Taman, penyelenggara
pendidikan di Indonesia terlalu menganggap sistem pendidikan dari luar negri
itu lebih baik dan hebat lalu langsung mengadopsinya tanpa memfilternya terlebih dahulu,
padahal di Finlandia yang sudah diakui sistem pendidikannya terbaik didunia
banyak mengadopsi nilai-nilai dari ajaran Ki Hajar Dewantara bapak pendidikan
Indonesia pendiri Taman Siswa.
Bapak pendidikan bangsa Indonesia yang selalu tak terlepas dari nilai
kebudayaan Indonesia itu sendiri.
Di Jogja ada Ki
Hajar dengan Taman Siswa & Ahmad Dahlan dengan Muhamaddiyah, di Sumatra
Barat ada Muhammad Syafei dengan Kayu Tanam, di Surabaya KH. Masmansur dengan
Nahdatul Wathon, di Jombang Jawa Timur ada KH. Hasyim Asy’ari dengan Tebu Ireng
dan masih banyak yang lainya, tetapi kalo melihat kondisi sekarang miris
rasanya begitu banyaknya tokoh-tokoh hebat pendidikan dimasa lalu tetapi kok
dunia pendidikan di Indonesia makin hari makin terpuruk. Karena kebetulan ada beberapa penggiat baca-baca di taman yang pernah menimba ilmu di Taman Siswa ..ya
kata orang sih enggak ada yang namanya kebetulan. Bir ..BIncang Ringan di malam hari, di depan teras rumah kaca di kelilingi pepohonan banyak mengupas tentang ajaran Ki Hajar, kenapa menggunakan istilah dan
konsep Taman bukanya Sekolah, karena taman merupakan tempat yang menyenangkan
untuk belajar sambil bermain, sedangkan sekolah terlalu kaku peserta didik
dicekoki untuk terus belajar, kan ada istilah kaku banget sih makanya jangan
makan bangku sekolahan hehehehe. Ajaran Ki Hajar salah satu yang terkenal tentang ajaran Trilogi
Kepemimpinan :
Ing ngarsa sung
tulada (di depan menjadi teladan)
Ing madya mangun
karsa (ditengah-tengan memberi semangat & menjadi kawan)
Tut wuri handayani
(dibelakang memberi motivasi/dorongan)
Dan sistem
pendidikan yang dipakai adalah sistem Among dimana guru/si pendidik berperan
sebagai pengemong dan berhamba kepada sang anak, yang dimaksud berhamba itu
menyesuaikan apa yang dibutuhkan si anak dalam pendidikan bukan memaksanya.
Seperti rumput disavana tumbuh subur diberikan percikan air... ya enggak jau
beda kondisi bincang ringan didepan Rumah Kaca makin lama makin seru karena
percikan (pendapat) dari kawan-kawan yang hadir apalagi ada beberapa tamu yang
hadir dan ikut ngeBIR bareng dari Titik Temu Radio dan alumni dari IKIP yang ikut memercikan.. yap’s makin suburlah bincang
ringanya karena percikan air yang
begitu antusias.
Jadi ingat sebuah kata-kata salah
satu Bapak Revolusi Rusia “Lenin pernah memaparkan Imperialisme telah menggantikan
kompetisi bebas dengan kapitalisme monopoli sebagai prinsipnya. Masih menurutmu
Sektor pendidikan nasional berhadapan dengan serbuan imperialisme dalam dua
hal; pertama, pemaksaan terhadap penghilangan tanggung jawab negara dan
keharusan melepas sektor pendidikan dalam mekanisme pasar bebas, seperti yang
dianjurkan dalam perjanjian General Agreement On Trade and Service (GATS)
oleh WTO. Pendidikan diserahkan kepada mekanisme pasar mengakibatkan biaya
pendidikan semakin mahal dan rakyat kebanyakan susah untuk mengaksesnya. Kedua,
pendidikan nasional disubordinasikan dibawah tujuan-tujuan imperialis; pemasok
tenaga kerja murah, penelitian dan pengembangan technology kapitalis dan
menanamkan sebuah ideology individualisme dan konsumerisme terhadap
masyarakat.”
 |
BIR : BIncang Ringan baca-baca di taman |
Sebagai sebuah syarat bebas bagi perkembangan ekonomi
nasional harus sejalan dengan perkembangan tenaga-tenaga produktif (teknik
produksi dan sumber daya manusia). Untuk memacu pertumbuhan produksi didalam
negeri, sektor Industri harus difasilitasi untuk berkembang. Begitu juga, kelas
pekerja/ buruh pun harus diberikan jaminan kesejahteraan berupa upah yang
layak. Tapi ...hahaha bagaimana hal semacam itu bisa dilakukan? Lha,
aku dan kawan-kawan sebagian besar kurang lebih dari 14 juta anak -anak di republik ini saja
bukanya tidak mampu bersekolah, tapi tak di beri kesempatan bersekolah oleh negara. Semua itu hanya akan
berhasil jika seluruh kekayaan alam dimobilisasi demi kepentingan Industri nasional.
Saat ini, usaha untuk membangun dan memperkuat Industri dalam negeri berhadapan
dengan serbuan ekonomi kaum Imperialis. Imperialisme yang berwatak monopoli
menghendaki penguasaan sumber bahan baku dan material milik negara kita,
menguasai perdagangan komoditi dan pasar, dan mengusai massa pekerja kita guna
memperbesar akumulasi profit (laba) mereka.
Imperialisme yang berwatak monopoli telah menempatkan negara
bangsa (nation) yang terbelakang sebagai sumber penghisapan dan sasaran
eksploitasi mereka. “Tidak akan ada kesempatan untuk membangun ekonomi
nasional jikalau susunan ekonomi Imperialis masih mendominasi”. Harus ada upaya
untuk merebut kembali semua sumber daya alam kita yang sekarang dikuasai oleh
pihak asing. Sektor energi kita yang cukup vital, sekitar 90% telah dikuasai
oleh perusahaan-perusahaan asing (MNC), demikian pula dengan mineral dan
lain-lain. Akibatnya, Industri dalam negeri sedang berjalan ke arah kolaps,
karena penguasaan asing terhadap sumber-sumber energi dan mineral tersebut.
Lalu apa yang bisa kita lakukan? Tindakan pertama yang
perlu dilakukan adalah dengan melancarkan pengambilalihan terhadap perusahaan
asing. Pengambilalihan ini disebut dengan Nasionalisasi Aset. Dengan begitu, ekonomi
nasional dapat diselamatkan dan basis industrialisasi nasional dapat
diciptakan. Nasionalisasi harus ditempatkan sebagai bagian perjuangan
menegakkan martabat dan kedaulatan bangsa, dimana bangsa indonesia memiliki
posisi setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia, Bukankah di dalam Undang-Undang
Dasar 1945 pasal 33 sudah dengan jelas disebutkan bahwa “bumi, air, dan
kekayaan alam lainnya dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat”. Lalu kenapa kita masih takut untuk menegosiasikan
ulang kontrak karya perusahaan-perusahaan tambang asing yang menguasai negara
kita? Bahkan bila perlu kita bisa kok menasionalisasikan tambang-tambang
itu demi kedaulatan bangsa kita, berdasarkan UUD 1945 pasal 33 tadi
kalau pemerintah ini masih punya hati nurani dan benar-benar bekerja untu
bangsa dan rakyat indonesia.
Karena dari zaman kolonial sampai katanya zaman reformasi masih saja
pendidikan ala kolonial saja yang hanya di beri pendidikan baca dan tulis hanya
jadi tukang tulis saja, pendidikan seharusnya membuat manusia hidup dengan
segala macam tantangan dan hambatan seperti bebek yang di masak akan melumasi
dirinya dengan minyak yang terkandung di tubuhnya. Apa seorang berijasah smp,
sma bahkan sarjana dengan lulusan S1, S2, S3 yang kebingungan mencari pekerjaan
tak seperti cicak yang tak sekolah tapi tau dimana banyak makanan dimana nyamuk
berlimpah untuk dimakan. Dan sialnya lagi pendidikan sudah tinggi bagi seorang
petani yang terpaksa menjual rumah, tanah, sawah sudah habis membiayai
pendidikan dan terik mentari yang membakar kulitnya dengan hasil panen yang
selalu saja tak ada keuntunganya, semnatara buruh bekerja dengan upah minim tak
layak untuk hidup di kontrak pula. Boro-boro menjadi kuli di negri sendiri. Akan
tetapi sudah tak ada lagi pekerjaan karena kita hanya jadi bangsa penonton di
negeri sendiri dengan globalisasi semua pekerjaan sudah di tempati orang asing.
Yap’s seperti biasanya
selesai berbincang, berdendang ria bareng kawan-kawan melepaskan kepenatan di
malam hari. Yang kian malam semakin meninggi hari pun sudah berganti dan semakin sedikit pengunjung Taman Menteng karena malam menjadi terlalu singkat berlalu begitu cepat sambil
menatap langit malam itu …YEAH sampai ketemu di KUDETA (KUmpul DEngan TemaAn)
OKTOBER di Taman Menteng
Baca-baca di taman
Bawa buku, buka dan baca di taman
MAU PINTAR KENAPA MUSTI BAYAR !
Tim kolektif media KBBT ruangmenataplangit