Rabu, 01 Oktober 2014

Baca-Baca di Taman Akhir September

baca-baca di taman



Salam dan Bahagia

Tak terasa ini Sabtu ini memasuki bulan terakhir di bulan September dengan cuaca terlalu panas. Siang dihari Sabtu terakhir dibulan September dan mau masuk ke awal bulan Oktober menurut BMKG ( Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) sebagian besar wilayah di Indonesia akan memasuki musim penghujan, mungkin agak sedikit mempengaruhi siang itu cucanya agak sedikit sejuk dan jalanan utaman di Jakarta  tidak sepadat seperti hari sabtu sebelumnya, meringankan langkah untuk bersilaturahmi ke tempat kawan lama dan juga guru mencorat-coret di atas kertas atau pun kanvas, sepertinya lebih pantas dikatakan sebagai seorang seniman yang tinggal di daerah selatan Jakarta, tidak  terlalu  banyak waktu untuk berbincang-bincang disana karena tak terasa sang mulai Surya tenggelam ke arah barat. Bumi yang sudah mulai usang di makan zaman ditambah lagi sang Bumi terus digrogoti oleh kerakusan dan ketamakan segilintir orang yang memiliki modal asing dan para broker pribumi menghisap sumberdaya alam untuk kemakmuran kelompoknya. Dengan tenggelamnya sang Surya ke ufuk barat secara tak langsung mengingatkan untuk menyudahi obrolan dan melanjutkan agenda mungkin juga seperti sebuah ritual mingguan di hari Sabtu gelar buku bacaan di Taman Menteng dalam baca-baca di taman.

Kunjung-mengunjungi bersilaturahmi itu memperpanjang umur loh.. jadi ingat apa kata guru pelajaran agama waktu masih disekolah dasar “kalo mau panjang umur, harus banyak silaturahmi” mungkin yang dimaksud si guru agama banyak silaturahmi itu berteman jangan memilih-milih, kalau sudah dapat banyak teman baru, teman dan kawan lama jangan dilupakan harus tetap dipererat tali silaturahminya “menjalin rasa persatuan & mempererat tali persaudaraan” Dan tentunya banyak kenangan yang pahit sekarang pun di ceritakan penuh kenangan yang manis.
komunitas baca-baca di taman

Taman Menteng sabtu 27 september 2014. Menampakkan sabtu malam minggu ini agak sedikit berbeda jumlah pengunjung taman tak terlalu ramai seperti hari sabtu sebelumnya, biasanya semakin malam semakin ramai. Acara baca-baca di taman sabtu ini menggambar, corat-coret di atas kertas. Ayo menggambar bareng-bareng ditaman. dan nge Bir... huz bukan ngebir yang itu ngebirnya yap’s itu adalah BIRnya berBIncang Ringan di taman tapi, kalau mau BIR yang itu boleh juga sih untuk menghangatkan badan melawan udara malam yang terkadang buat jadi masuk angin. Berbincang ringang ada apa dengan sistem  dunia pendidikan di Indonesia yang bisa dianggap orientasinya bukan lagi menciptakan manusia atau penerus Bangsa yang berkualitas (merdeka lahir & batin, luhur akal budinya dan sehat rohani serta jasmaninya) di lagu Indonesia Raya ciptaan W.R Supratman juga udah dikutip untuk penerus Bangsa ini “bangunlah jiwanya, bangunlah badanya untuk Indonesia Raya”, tetapi pendidikan di Indonesia malah berorientasi keuntungan. Dari bincang ringan Baca-Baca di Taman, penyelenggara pendidikan di Indonesia terlalu menganggap sistem pendidikan dari luar negri itu lebih baik dan hebat lalu langsung mengadopsinya tanpa memfilternya terlebih dahulu, padahal di Finlandia yang sudah diakui sistem pendidikannya terbaik didunia banyak mengadopsi nilai-nilai dari ajaran Ki Hajar Dewantara bapak pendidikan Indonesia pendiri Taman Siswa. Bapak pendidikan bangsa Indonesia yang selalu tak terlepas dari nilai kebudayaan Indonesia itu sendiri.

Di Jogja ada Ki Hajar dengan Taman Siswa & Ahmad Dahlan dengan Muhamaddiyah, di Sumatra Barat ada Muhammad Syafei dengan Kayu Tanam, di Surabaya KH. Masmansur dengan Nahdatul Wathon, di Jombang Jawa Timur ada KH. Hasyim Asy’ari dengan Tebu Ireng dan masih banyak yang lainya, tetapi kalo melihat kondisi sekarang miris rasanya begitu banyaknya tokoh-tokoh hebat pendidikan dimasa lalu tetapi kok dunia pendidikan di Indonesia makin hari makin terpuruk. Karena kebetulan ada beberapa penggiat baca-baca di taman  yang pernah menimba ilmu di Taman Siswa ..ya kata orang sih enggak ada yang namanya kebetulan. Bir ..BIncang Ringan di  malam hari, di depan teras rumah kaca di kelilingi pepohonan banyak mengupas tentang ajaran Ki Hajar, kenapa menggunakan istilah dan konsep Taman bukanya Sekolah, karena taman merupakan tempat yang menyenangkan untuk belajar sambil bermain, sedangkan sekolah terlalu kaku peserta didik dicekoki untuk terus belajar, kan ada istilah kaku banget sih makanya jangan makan bangku sekolahan hehehehe. Ajaran Ki Hajar salah satu yang terkenal tentang ajaran Trilogi Kepemimpinan :
Ing ngarsa sung tulada (di depan menjadi teladan)
Ing madya mangun karsa (ditengah-tengan memberi semangat & menjadi kawan)
Tut wuri handayani (dibelakang memberi motivasi/dorongan)

Dan sistem pendidikan yang dipakai adalah sistem Among dimana guru/si pendidik berperan sebagai pengemong dan berhamba kepada sang anak, yang dimaksud berhamba itu menyesuaikan apa yang dibutuhkan si anak dalam pendidikan bukan memaksanya. Seperti rumput disavana tumbuh subur diberikan percikan air... ya enggak jau beda kondisi bincang ringan didepan Rumah Kaca makin lama makin seru karena percikan (pendapat) dari kawan-kawan yang hadir apalagi ada beberapa tamu yang hadir dan ikut ngeBIR bareng dari Titik Temu Radio dan alumni dari IKIP yang ikut memercikan.. yap’s makin suburlah bincang ringanya karena percikan air yang begitu antusias.

Jadi ingat sebuah kata-kata salah satu Bapak Revolusi Rusia “Lenin pernah memaparkan Imperialisme telah menggantikan kompetisi bebas dengan kapitalisme monopoli sebagai prinsipnya. Masih menurutmu Sektor pendidikan nasional berhadapan dengan serbuan imperialisme dalam dua hal; pertama, pemaksaan terhadap penghilangan tanggung jawab negara dan keharusan melepas sektor pendidikan dalam mekanisme pasar bebas, seperti yang dianjurkan dalam perjanjian General Agreement On Trade and Service (GATS) oleh WTO. Pendidikan diserahkan kepada mekanisme pasar mengakibatkan biaya pendidikan semakin mahal dan rakyat kebanyakan susah untuk mengaksesnya. Kedua, pendidikan nasional disubordinasikan dibawah tujuan-tujuan imperialis; pemasok tenaga kerja murah, penelitian dan pengembangan technology kapitalis dan menanamkan sebuah ideology individualisme dan konsumerisme terhadap masyarakat.”
BIR : BIncang Ringan baca-baca di taman

Sebagai sebuah syarat bebas bagi perkembangan ekonomi nasional harus sejalan dengan perkembangan tenaga-tenaga produktif (teknik produksi dan sumber daya manusia). Untuk memacu pertumbuhan produksi didalam negeri, sektor Industri harus difasilitasi untuk berkembang. Begitu juga, kelas pekerja/ buruh pun harus diberikan jaminan kesejahteraan berupa upah yang layak. Tapi ...hahaha bagaimana hal semacam itu bisa dilakukan? Lha, aku dan kawan-kawan sebagian besar kurang lebih dari 14 juta anak -anak di republik ini saja bukanya tidak mampu bersekolah, tapi tak di beri kesempatan bersekolah oleh negara. Semua itu hanya akan berhasil jika seluruh kekayaan alam dimobilisasi demi kepentingan Industri nasional. Saat ini, usaha untuk membangun dan memperkuat Industri dalam negeri berhadapan dengan serbuan ekonomi kaum Imperialis. Imperialisme yang berwatak monopoli menghendaki penguasaan sumber bahan baku dan material milik negara kita, menguasai perdagangan komoditi dan pasar, dan mengusai massa pekerja kita guna memperbesar akumulasi profit (laba) mereka.

Imperialisme yang berwatak monopoli telah menempatkan negara bangsa (nation) yang terbelakang sebagai sumber penghisapan dan sasaran eksploitasi mereka.  “Tidak akan ada kesempatan untuk membangun ekonomi nasional jikalau susunan ekonomi Imperialis masih mendominasi”. Harus ada upaya untuk merebut kembali semua sumber daya alam kita yang sekarang dikuasai oleh pihak asing. Sektor energi kita yang cukup vital, sekitar 90% telah dikuasai oleh perusahaan-perusahaan asing (MNC), demikian pula dengan mineral dan lain-lain. Akibatnya, Industri dalam negeri sedang berjalan ke arah kolaps, karena penguasaan asing terhadap sumber-sumber energi dan mineral tersebut. 

Lalu apa yang bisa kita lakukan? Tindakan pertama yang perlu dilakukan adalah dengan melancarkan pengambilalihan terhadap perusahaan asing. Pengambilalihan ini disebut dengan Nasionalisasi Aset. Dengan begitu, ekonomi nasional dapat diselamatkan dan basis industrialisasi nasional dapat diciptakan. Nasionalisasi harus ditempatkan sebagai bagian perjuangan menegakkan martabat dan kedaulatan bangsa, dimana bangsa indonesia memiliki posisi setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia, Bukankah di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 sudah dengan jelas disebutkan bahwa “bumi, air, dan kekayaan alam lainnya dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Lalu kenapa kita masih takut untuk menegosiasikan ulang kontrak karya perusahaan-perusahaan tambang asing yang menguasai negara kita? Bahkan bila perlu kita bisa kok menasionalisasikan tambang-tambang itu demi kedaulatan bangsa kita, berdasarkan UUD 1945  pasal 33 tadi kalau pemerintah ini masih punya hati nurani dan benar-benar bekerja untu bangsa dan rakyat indonesia.
Karena dari zaman kolonial sampai katanya zaman reformasi masih saja pendidikan ala kolonial saja yang hanya di beri pendidikan baca dan tulis hanya jadi tukang tulis saja, pendidikan seharusnya membuat manusia hidup dengan segala macam tantangan dan hambatan seperti bebek yang di masak akan melumasi dirinya dengan minyak yang terkandung di tubuhnya. Apa seorang berijasah smp, sma bahkan sarjana dengan lulusan S1, S2, S3 yang kebingungan mencari pekerjaan tak seperti cicak yang tak sekolah tapi tau dimana banyak makanan dimana nyamuk berlimpah untuk dimakan. Dan sialnya lagi pendidikan sudah tinggi bagi seorang petani yang terpaksa menjual rumah, tanah, sawah sudah habis membiayai pendidikan dan terik mentari yang membakar kulitnya dengan hasil panen yang selalu saja tak ada keuntunganya, semnatara buruh bekerja dengan upah minim tak layak untuk hidup di kontrak pula. Boro-boro menjadi kuli di negri sendiri. Akan tetapi sudah tak ada lagi pekerjaan karena kita hanya jadi bangsa penonton di negeri sendiri dengan globalisasi semua pekerjaan sudah di tempati orang asing.

Yap’s seperti biasanya selesai berbincang, berdendang ria bareng kawan-kawan melepaskan kepenatan di malam hari. Yang kian malam semakin meninggi hari pun sudah berganti dan semakin sedikit pengunjung Taman Menteng karena malam menjadi terlalu singkat berlalu begitu cepat sambil menatap langit malam itu …YEAH sampai ketemu di KUDETA (KUmpul DEngan TemaAn) OKTOBER di Taman Menteng

Baca-baca di taman
Bawa buku, buka dan baca di taman
MAU PINTAR KENAPA MUSTI BAYAR !


Tim kolektif media KBBT ruangmenataplangit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar