Rumah kaca yang kembali menerangi baca-baca di taman
Mentari tenggelam berganti malam telah datang, bersiap untuk
membuka baca-baca di taman seperti biasanya di taman menteng sabtu ini. Naik angkutan
umum menuju taman menteng dengan sedikit kepadatan yang akhirnya terlewati
juga. Taman Menteng malam itu terlalu ramai di depan rumah kaca, karan ada
pemotretan anak sekolah untuk buku tahunan. Dan kami seperti biasa menggelar
bahan merah dan hitam sebagai alas untuk buku-buku dan zine di depan rumah kaca
yang sedang di bersihkan karena sudah terlalu kotor dan berdebu.
Duduk di bunderan air muncrat di samping rumah kaca yang tak
di nyalakan sehingga tak terdengar gemericik air seperti air hujan yang turun
pada bulan Oktober seperti tahun yang lalu. Rumah kaca yang kembali menerangi
baca-baca di taman sehingga ritual tiap minggu ini menjadi berjalan lancar.
Ruang terbuka hijau/ruang publik sangat di butuhkan apa lagi
di kota yang terlalu padat dan di sesaki perumahan padat dan gedung bertingkat
pencakar langit. Kota-kota besar sering kali dijadikan simbol dari sebuah
kemajuan atau keberhasilan. Gedung-gedung tinggi yang menjulang mencakar-cakar
langit serta pusat-pusat perbelanjaan nan megah menjamur seperti di musim
penghujan tumbuh subur dan berlomba-lomba untuk menjadi landmark atau icon dari
setiap kota. Bahkan disalah satu sisi ibu kota Jakarta saja bisa berdiri dua
atau tiga bahkan empat pusat perbelanjaan sekaligus dengan jarak yang sangat
berdekat-dekatan atau pun kkebanyakan bersebelahan atau berhadapan. Belum lagi
kendaraan bermotor yang tumpah ruah membanjiri setiap sudut jalan ibu kota,
pembangunan jalanan dan kendaraan yang terus belomba-lomba untuk memenuhi sisi
jalanan yang semakin sempit.
Taman merupakan ruang publik yang hijau dipandang mata
membuat oase di tengah belantara hutan beton yang semakin sesak mengusur ruang
terbuka hijau. Menatap langit saja tak bisa tak ada lagi ruang untuk menatap
indahnya langit. Stephen Carr dalam
bukunya Public Space, ruang
publik harus bersifat responsif, demokratis, dan bermakna. Ruang
publik yang responsif artinya harus dapat digunakan untuk berbagai kegiatan
dan kepentingan luas. Secara demokratis yang dimaksud adalah ruang publik
itu seharusnya dapat dimanfaatkan masyarakat umum tanpa harus terkotak-kotakkan
akibat perbedaan sosial, ekonomi, dan budaya. Bahkan, unsur demokratis
dilekatkan sebagai salah satu watak ruang publik karena ia harus dapat
dijangkau (aksesibel) bagi warga dengan berbagai kondisi fisiknya, termasuk para
penderita cacat tubuh
maupun lansia sambil duduk santai menikmati waktu istirahat mereka
sambil beraktifitas ringan atau olahraga. Dan akhirnya jawaban solusinya bukan selalu
berkahir berlibur di luar kota. Padahal ruang-ruang publik seperti ini adalah
kebutuhan untuk menjaga keseimbangan kota. Ruang Terbuka Hijau menjadi sangat
dibutuhkan. Seiring dengan perubahan iklim yang terus memburuk, masalah
penghijauan dan kelestarian menjadi perhatian serius tak hanya bagi bangsa
indonesia tapi juga masyarakat dunia. Menurut aturan internasional mengenai
ruang terbuka hijau suatu kota harus mencapai angka 30 persen dari luas kota.
Kesepakatan masyarkat internasional ini juga di amini oleh pemerintah Indonesia
dengan menetapkan agar daerah perkotaan memiliki minimal 20% dari luas kawasan
perkotaannya untuk ruang publik ini.
Menurut Roger Trancik, seorang pakar dibidang Urban Design,
ruang terbuka hijau adalah ruang yang didominasi oleh lingkungan alami di luar
maupun didalam kota, dalam bentuk taman, halaman, areal rekreasi kota dan jalur
hijau. Sementara menurut Rooden Van FC dalam Grove dan Gresswell,1983, ruang
terbuka hijau adalah Fasilitas yang memberikan kontribusi penting dalam
meningkatkan kualitas lingkungan permukiman, dan merupakan suatu unsur yang sangat
penting dalam kegiatan rekreasi. Ruang terbuka seperti taman ini juga mempunyai
fungsi yang tak kalah penting dari masalah lingkungan hidup tapi juga berfungsi
sosial dimana masyarakat bisa berkumpul dan bersantai bersama sanak keluarga
dengan teman-teman atau pun sebuah komunitas. Dengan hilangnya lahan-lahan
seperti ini dari peta kota maka berdampak secara tak langsung bagi
proses-proses tersebut bahkan bukan tidak mungkin menciptakan sebuah generasi
yang individualistis kelak di kemudian hari karena tidak ada lagi ruang yang
berfungsi untuk interaksi sosial bagi masyarakat.
Tak hanya itu, taman adalah ruang terbuka hijau juga
berfungsi sebagai pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan, pengendali
pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara, keanekaragaman hayati dan
pengendali tata air serta tak ketinggalan sebagai sarana estetika kota yang
sedap di pandang secara visual. Keberadaan ruang ini tak hanya menjadikan kota
menjadi sekedar tempat yang sehat dan layak untuk dihuni tapi juga nyaman dan
asri. Setidaknya sebuah ruang untuk menatap langit yang membuka cakrawala
pengetahuan menjadikan kita berpikir seluas langit dan terbuka terhadap sebuah
kebhinekaan.
Uu ruangmenataplangit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar