MALAM MINGGU DI TAMAN
Sore itu sambil menunggu hujan reda membaca surat kabar
online karena hari ini tukang Koran yang biasa lewat tak datang, menanti
matahari tenggelam seperti hari sabtu minggu lalu membuka baca-baca di taman di
taman menteng.
Suasana Sabtu ini begitu
lenggang jalanan menuju ke pusat kota setelah di guyur hujan lumayan
mendinginkan cuaca hari sabtu ini. Jakarta sebagai ibukota dan pusat bisnis, tak
berhenti membangun. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak gedung-gedung
bertingkat baru dibangun nampak menjulang ke atas langit Jakarta yang mendung
tertutup awan di bulan april 2015.
Ruang untuk
menatap langit, ruang terbuka hijau dan ruang interaksi sosial publik serta
tergusurnya kawasan pejalan kaki (trotoar) merupakan nilai eksternalitas yang
hilang akibat perluasan dan pembangunan jalan baru. Ironisnya semua itu
dilakukan untuk mengakomodasi pergerakan kendaraan bermotor yang didominasi
oleh kendaraan bermotor pribadi dan angkutan masal umum sepertinya hanya di
pandang sebelah mata saja, pada hal itu bisa menaggulangi kemacetan lebih
efektif.
Efektifitas
dan efesiensi ekonomi masyarakat pun dirugikan melalui hilangnya waktu
produktif kerja yang diakibatkan karena kemacetan, pemborosan bahan bakar dan
daya tahan dari kendaraan bermotor yang dipergunakan. Perencanaan tata ruang
dan pengelolaan sistem transportasi yang tidak terkonsep yang kurang baik serta
pelanggaran terhadap kebijakan yang telah ditetapkan memberikan sumbangan
terhadap pencemaran polusi udaradi Jakarta
Ruang
Terbuka Hijau (RTH) memiliki fungsi yang tidak hanya cuman menjadi pelengkap
kota tapi memperindah tata kota belaka.
Ruang publik ini, ternyata memberikan dampak terhadap mental dan rasa bahagia
warga yang tinggal di kota tersebut. Menurut Para peneliti di Inggris menemukan
bahwa berjalan-jalan ke area yang teduh dan hijau di tengah kepadatan dan
kebisingan kota memberikan rasa bahagia yang berkelanjutan, tidak seperti
layaknya mendapat promosi dalam pekerjaan atau kenaikan gaji yang hanya memberikan
efek bahagia hanya sesaat.


Bersama-sama
malam ini selepas hujan reda di sabtu malam minggu ke dua di bulan April,
berkumpul di depan rumah kaca dan malam ini kita tak mengelar lapan buku dan
zine. Karana ingin melihat antusia yang datang ke taman menteng untuk membaca
buku sendiri. Walau banyak pertanyaan kenapa bebrapa minggu ini KBBT (Komunitas
Baca-Baca di Taman) tak mengelar lapak bukunya dan hanya berkumpul, akustikan
dan yang membawa buku pun asyik menikmati suasana malam ini sembari bersenda
gurau di malam yang panjang ini suasana taman dengan gemerlap lampu taman rumah
kaca dan semakin malam semakin ramai di kunjungi hmm jadi tak ingin meinggalkan
taman menteng ini tapi minggu depan kita ketemu lagi di waktu dan tempat yang
sama.
Ruang publik/taman
yang memiliki area hijau rerumputan dan ke aneka ragaman tanaman, pohon, tidak
hanya adanya tempat duduk dan berpiknik serta adanya penerangan saat malam,
namun juga memberikan dampak kesehatan mental yang baik bagi warga. Namun
masalah muncul, ketika peruntukan ruang di area perkotaan harus berebut dengan
tujuan komuditas bisnis belaka. Membutuhkan dukungan politik yang kuat dari
pembuat otoritas lokal, untuk membuat kebijakan yang berorientasi pada
kesehatan mental dan rasa bahagia warga kota. Bukan hanya uang, hanya sekedar dengan
ruang terbuka hijau/ruang publik yang menjadi milik bersama. Dan menjaga ruang publik
agar tetap menjadi ruang publik dimana pengunjung taman/komunitas yang bergiat sebagai
rohnya.
Kolektif MEDIA KBBT ruangmenataplangit