Tak terasa sudah hampir melewati penghujung bulan Agustus. Baca-baca
asyik di taman duduk bangku taman di depan rumah kaca yang terang benerang
mendukung kegiatan kami setiap sabtu malam minggu. Taman menteng sekarang lampu
tamannya sebagian besar telah menyala jadi tak seperti kemarin-kemarin yang
menampakan keremangan di saat malam tiba.
Baca-baca di taman mala mini di hibur dari kawan puisi
akustik Wiro & Tata, the altair dan tak lupa akustikan KBBT yang selalu
saja berdendang penuh teriakan spontanitas memecahkan hembusan angin malam yang
menusuk sampai ke tulang, oh ya ada seorang pemain biola yang ingin menghibur
anggota termuda komunitas baca-baca di taman yang tertidur lelap karena hari
telah larut malam di tertidur panggkuan Ibunya.
Malam ini selain akustikan ada BIR (bincang ringan) juga yang
membahas tentang problem yang dari tahun ketahun alasan pemerintah menaikan
BBM. Kenaikan harga BBM yang mengekor pada mekanisme pasar, BBM naik akan
berdampak langsung pada ekonomi rakyat yang berefek domino karena ketika
harga BBM naik otomatis semua akan naik. Pemerintahan dari orde baru sampai
sekarang selalu saja dengan alasan sama menyesuaikan harga internasional akan
tetapi indosnesia inia adalah kaya sumber daya alam termasuk minyak bumi yang
terkandung di dalam bumi Indonesia ini. Logika pemerintah di sebuah stasiun televisi
logika kenaikan BBM di Indonesia lebih murah dari pada di Singapura dan Inggris
lah iya Negara mereka maju dan makmur dari hasil menghisap sumber daya alam Negara
lain, yap’s comntohnya Indonesia yang terkena dampaknya untuk menanggung
penderitaanya dengan kenaikan harga BBM dan berlanjut dengan kenaikan yang
lainya, karena semua pakai BBM.
Dalih
pertama: bahwa kenaikan harga BBM tidak terhindarkan untuk mengurangi beban
subsidi BBM terhadap APBN. Para pengusung kebijakan ini menuding subsidi BBM
sebagai biang kerok jebolnya alias defisit APBN. Yang
dilupakan, subsidi BBM bukan satu-satunya pos belanja di APBN. Ironisnya lagi,
ada pos belanja yang sangat boros dan merugikan negara yang tidak pernah
disentuh: pertama, belanja rutin birokrasi, termasuk gaji pegawai,
yang cukup tinggi; dan kedua, pembayaran cicilan dan bunga utang
luar negeri.
Taruhlah
soal pembayaran utang. Di APBN 2015 ini porsi pembayaran bunga utang mencapai
Rp154 triliun atau hampir 8% dari total belanja APBN kita. Dan untuk diketahui,
sepanjang tahun 2005-2011, porsi pembayaran utang mencapai Rp 1.323,8 triliun.
Tolak kenaikan
BBM dengan membangun industry nasional atau kembali kepadaPasal 33 UUD 45. Menaikkan harga BBM mengikuti
gejolak harga minyak dunia merupakan pelanggaran Pasal 33 UUD 1945 yang
mengatur soal tujuan sumber daya alam, yaitu sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat.
Harga buku boleh mahal tapi
harga BBM tak boleh naik
Mau pintar kenapa musti bayar
bulan depan tepat satu September baca-baca di taman sudah genap dua tahun
berjalan tak terasa menjalankanya dengan kebersamaan dan suka cita.
Kolektif media komazine-KBBT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar