Baca Puisi di Taman Menteng
“Penyairlah ia yang masih percaya pada
tenaga kata-kata
Mengangkat tangan pelan-pelan, menabik pada bulan
Yang tersenyum meski suram, sendirian”
~ Ajip Rosidi
Eh, ketemu sabtu lagi tidak terasa sudah saatnya
kumpul lagi di acara baca-baca di taman di depan rumah kaca, taman menteng.
Baca-baca di taman malam ini mengajak kita berpuisi di taman yang telah
beberapa kali KBBT (komunitas baca-baca di taman) telah melaksanakan puisi di
taman di baca-baca di taman yeah. Dan pernah sekali menghadirkan sastrawan Heri
latief yang membacakan puisi di taman ..hmm
penutupan bulan November 2013 yang berkesan saat itu ketika kita
terpaksa berpindah tempat karena rumah kaca lagi di dekor untuk acara syuting
iklan salah satu bank. Dan saat itu menjadi pembacaan puisi yang berkesan dan
penuh spirit bagaimana sebuah kebebasan berekspresi di ruang publik terganggu
karena ruang publik tak sepenuhnya punya publik itu sendiri masih yang
berpengaruh yang punya modal (kapital).
Di kaki langit pelangi
berpuisi
Musik klasik gemuruhnya
mimpi
Jika sepercik cahaya
adalah kematian
Maka badai hujan adalah
harapan
Senapas puisi mendesah
sunyi sexy?
~ Heri Latief
Malam ini cuaca cerah memberkati baca puisi di taman
dengan keadaan taman yang sedikit sepi karana isu begal dan keadaan ekonomi harga
dolar yang tinggi serta harga kebutuhan pokok yang tak lagi terjangkau bagi
kebanyakan rakyat Indonesia. Malam ini tercipta beberapa karya puisi sendiri
dan membacakan karya satrawan yang di bawa oleh kawan-kawan untuk berpuisi di
taman dengan iringan musik yang minimalis .
TAMAN
Taman mu bukan taman ku
Taman ku bukan taman mu
Taman mu bukan taman ku
Taman ku bukan taman mu
Taman siapa ini yang terbuka nan hijau
~ uu
Menari
Ketika ku dalam damai
Kau malah buat rusuh
bin kisruh
Saat ku berjalan
kehabisan nafas
Kau malah mengajak
untuk berlari
Saat badan ini tak
bisa bergerak
Kau malah mengajak ku
menari di pesta penuh ironi
~uu
Angka
Buta huruf itu biasa
Buta angka itu luar biasa
Angka demi angka tersusun rapi
Ada yan bilang itu rizki
Ada yang bilang tak di
bawa mati
Mengang angka lebih
hati-hati
Walau tak di bawa mati
~Azis
AkhirAN!
Suasana ramai
Tapi merasa sepi
Rumah kaca tak berarti
Hanya nyanyian menghibur
hati
Taman menteng di
eksploitasi
Aku membuka puisi
Dengan suara rendam hati
Karena aku punya mimpi
~Azis
Anak Gedongan
Anak gedongan minum susu
ultra
Kiri katanya si
pembangkang
Riwayat si miskin lapar
berat
Sebaris puisi merahnya
darah
Anak gedongan makan nasi
rames
Mesranya modal dan tajamnya
banyoet
Menusuk uluhati pejuang
demokrasi
Sebaris puisi bisa bikin
revolusi
Oya?!
~Heri Latief
Puisi
adalah kata hati dari nyanyian irama jiwa. Dimana keduanya saling melengkapi
dalam ikatan nada. Bait demi bait sastra mengundang arti dari sebuah
perjalanan, meneteskan kisah pada alam semesta malam berpuisi di baca-baca di
taman beberapa karya tercipta dan mencoba memberanikan membaca puisi walau
masih ada yang malu-malu tapi tetap semangat mencoba untuk membebaskan diri
dari belenggu ketakutan dalam berekspersi. Banyak yang bertanya kenapa harus
malam hari baca-baca di taman mungkin kata, Slamet Rahardjo "Hanya karena
kegelapan malamlah kita bisa menghargai bintang dan rembulan." Menatap
langit malam di taman menteng dengan alunan musik dan puisi tak terasa
mengantarkan pada waktu yang berjalan dengan cepat dan malam semakin larut
saatnya menutup dan minggu depan ketemu lagi masih di tempat yang sama taman
menteng. Salam dan bahagia
Mengangkat tangan pelan-pelan, menabik pada bulan
Yang tersenyum meski suram, sendirian”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar