Senin, 23 Maret 2015

KBBT (Komunitas Baca-Baca di Taman) Baca Puisi di Taman

Baca Puisi di Taman Menteng   

“Penyairlah ia yang masih percaya pada tenaga kata-kata
Mengangkat tangan pelan-pelan, menabik pada bulan
Yang tersenyum meski suram, sendirian”
~ Ajip Rosidi

Eh, ketemu sabtu lagi tidak terasa sudah saatnya kumpul lagi di acara baca-baca di taman di depan rumah kaca, taman menteng. Baca-baca di taman malam ini mengajak kita berpuisi di taman yang telah beberapa kali KBBT (komunitas baca-baca di taman) telah melaksanakan puisi di taman di baca-baca di taman yeah. Dan pernah sekali menghadirkan sastrawan Heri latief yang membacakan puisi di taman ..hmm  penutupan bulan November 2013 yang berkesan saat itu ketika kita terpaksa berpindah tempat karena rumah kaca lagi di dekor untuk acara syuting iklan salah satu bank. Dan saat itu menjadi pembacaan puisi yang berkesan dan penuh spirit bagaimana sebuah kebebasan berekspresi di ruang publik terganggu karena ruang publik tak sepenuhnya punya publik itu sendiri masih yang berpengaruh yang punya modal (kapital).

Di kaki langit pelangi berpuisi
Musik klasik gemuruhnya mimpi
Jika sepercik cahaya adalah kematian
Maka badai hujan adalah harapan
Senapas puisi mendesah sunyi sexy?

~ Heri Latief



Malam ini cuaca cerah memberkati baca puisi di taman dengan keadaan taman yang sedikit sepi karana isu begal dan keadaan ekonomi harga dolar yang tinggi serta harga kebutuhan pokok yang tak lagi terjangkau bagi kebanyakan rakyat Indonesia. Malam ini tercipta beberapa karya puisi sendiri dan membacakan karya satrawan yang di bawa oleh kawan-kawan untuk berpuisi di taman dengan iringan musik yang minimalis .


TAMAN

Taman mu bukan taman ku
Taman ku bukan taman mu
Taman mu bukan taman ku
 Taman ku bukan taman mu
 Taman siapa ini yang terbuka nan hijau

~ uu

Menari

Ketika ku dalam damai
Kau malah buat rusuh bin kisruh

Saat ku berjalan kehabisan nafas
Kau malah mengajak untuk berlari

Saat badan ini tak bisa bergerak
Kau malah mengajak ku menari di pesta penuh ironi

~uu


Angka

Buta huruf itu biasa
Buta angka itu luar biasa
Angka demi angka tersusun rapi
Ada yan bilang itu rizki
Ada yang bilang tak di bawa mati
Mengang angka lebih hati-hati
Walau tak di bawa mati

~Azis


AkhirAN!

Suasana ramai
Tapi merasa sepi
Rumah kaca tak berarti
Hanya nyanyian menghibur hati

Taman menteng di eksploitasi
Aku membuka puisi
Dengan suara rendam hati
Karena aku punya mimpi

~Azis

Anak  Gedongan

Anak gedongan minum susu ultra
Kiri katanya si pembangkang
Riwayat si miskin lapar berat
Sebaris puisi merahnya darah
Anak gedongan makan nasi rames
Mesranya modal dan tajamnya banyoet
Menusuk uluhati pejuang demokrasi
Sebaris puisi bisa bikin revolusi
Oya?!

~Heri Latief


Puisi adalah kata hati dari nyanyian irama jiwa. Dimana keduanya saling melengkapi dalam ikatan nada. Bait demi bait sastra mengundang arti dari sebuah perjalanan, meneteskan kisah pada alam semesta malam berpuisi di baca-baca di taman beberapa karya tercipta dan mencoba memberanikan membaca puisi walau masih ada yang malu-malu tapi tetap semangat mencoba untuk membebaskan diri dari belenggu ketakutan dalam berekspersi. Banyak yang bertanya kenapa harus malam hari baca-baca di taman mungkin kata, Slamet Rahardjo "Hanya karena kegelapan malamlah kita bisa menghargai bintang dan rembulan." Menatap langit malam di taman menteng dengan alunan musik dan puisi tak terasa mengantarkan pada waktu yang berjalan dengan cepat dan malam semakin larut saatnya menutup dan minggu depan ketemu lagi masih di tempat yang sama taman menteng. Salam dan bahagia

Rindu Api

Ku tulis puisi demi api
Membakar semua mimpi
Jadi abu terbang membisu

Amsterdam, 16 mei 2006
~ Heri Latief

Menteng 14 Maret 2015
Uu ruangmenataplangit


Tidak ada komentar:

Posting Komentar