Minggu, 22 November 2015

Catut



“Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji, dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia


Catut, mencatut nama pejabat sudah terjadi di jaman Kolonial sampai jaman ..


 ”Tapi saya lihat, bahwa rakyat tuan-tuan miskin, dan itulah yang ”menggembirakan” hati saya…. Katakan kepada saya, bukankah si petani miskin? Bukankah padi menguning seringkali untuk memberi makan orang yang tidak menanamnya? Bukankah banyak kekeliruan di negeri tuan?”.
"Para Pemimpin Lebak! Kita semua ingin menjalankan kewajiban kita!"

"Namun seandainya ada di antara kita yang melalaikan tugas demi memperoleh keuntungan, menjual keadilan demi uang, atau yang mengambil kerbau dari orang miskin dan buah-buahan milik mereka yang kelaparan.... siapa yang seharusnya menghukum mereka?"
Ilustrasi Multatuli berpidato di depan Bupati Lebak

Potongan pidato Max Havelar di hari Pertama kerja sebagai Asisiten Residen Lebak tgl 22 januari 1857 di hadapan rakyat dan Regent atau Bupati Lebak. (cukilan buku Max Havelar).

Bila Kita sekarang ribut masalah catut nama presiden oleh seorang “yang terhormat” dan terkuak karena keberanian mengungkap nya di media .. maka dulu di masa Kolonial Hidia Belanda Praktek Catut ini sudah sering dilakukan terutama di wilayah Lebak-Banten dan lewat “Max Havelar “ kasus kongkalikong antara Residen bule Belanda dan Regent atau Bupati Pribumi terungkap!

Walau dalam film atau roman Max Havelar, nama sang Bupati di samarkan menjadi Bupati Wirakusuma, namun sejatinya yang di maksud dan di sindir di roman tersebut adalah Bupati Raden Adipati Karta Nata Negara, bupati Lebak yang berkuasa dari tahun 1830 sampai dengan 1865.

Sering dalam praktek pemaksaan pengambilan milik rakyat sang Regent atau Bupati Lebak Raden Adipati Karta Nata Negara, mencatut nama sang Gubernur Jendral… yang berkuasa saat itu terutama dua nama Gubernur Jendral Hindia Belanda yakni Jan Jacob Rochussen dan Albertus Jacobus Duymaer van Twist.

Walau tak disebut nama nama Gubenur Jendral di depan rakyat yang di paksanya untuk menyerahkan milik mereka, karena rakyat kecil pun tak paham apa dan siapa gubernur Jendral itu, namun itu sudah cukup menakutkan bagi rakyat jelata pada masa itu.

Tindakan Bupati Lebak ini sebenarnya di ketahui Residen Lebak yang yang tutup mulut karena upeti yang besar dari sang Bupati ini.

Jadi sebenarnya pejabat kita dari dulu memang tukang catut nama buat perut sendiri.. hehehehe huh.. Kata pepatah Tiongkok : Zhi zu zhe chang le… Siapa yang tahu batas, tahu kebahagiaan sejati. Kerakusan adalah sumber ketidakbahagiaan karena sifat manusia tidak pernah puas.

Kata Catut:

catut/ca•tut/ n 1 angkup atau penjepit (untuk mencabut janggut dan sebagainya); 2 alat untuk mencabut (memotong) paku dan sebagainya, bentuknya seperti paruh burung kakaktua;
bercatut/ber•ca•tut/ v menjadi tukang catut (berdagang gelap dan sebagainya);
mencatut/men•ca•tut/ v 1 mencabut dengan catut; 2 memperdagangkan (sesuatu) dengan cara yang tidak sewajarnya dan mengambil untung sebanyak-banyaknya (seperti memperdagangkan karcis bioskop dengan harga lebih daripada harga resmi); 3 mencari keuntungan dengan jalan tidak sah (misalnya dengan cara menipu atau mengakali): ia hendak ~ saya tetapi gagal; 4 menyalahgunakan (kekuasaan, nama orang, jabatan, dan sebagainya) untuk mencari untung: banyak orang yang ~ nama pejabat untuk kepentingan pribadi;~ umur mengatakan (mencantumkan) umur yang tidak sebenarnya, seperti umur 42 tahun dikatakan 36 tahun;

mencatutkan/men•ca•tut•kan/ v 1 membantu orang mencatut; 2 memperdagangkan dengan cara yang tidak sewajarnya dan mengambil untung sebanyak-banyaknya;
catutan/ca•tut•an/ n pendapatan (hasil) mencatut;
pencatut/pen•ca•tut/ n orang yang mencatut; tukang catut;
percatutan/per•ca•tut•an/ n perihal perbuatan mencatut; jual beli secara gelap;
pencatutan/pen•ca•tut•an/ n proses, cara, perbuatan mencatut (jual beli secara gelap dan sebagainya).

uU _ruangmenataplangit


Tidak ada komentar:

Posting Komentar