Sabtu, 29 Maret 2014

Baca-Baca di Taman 22 maret 2014

Baca-Baca di Taman
 Sabtu, 22 maret 2014
Eeh Mendekatkan Yang Jauh , Menjauhkan Yang Dekat
baca-baca di taman 22 maret 2014

Ketemu lagi sabtu, malam minggu 22 Maret 2014 di taman menteng baca-baca di taman yeaah depan rumah kaca di taman menteng. Malam begitu semarak dengan kepadatan jalanan ibukota yang sudah menjadi sebuah kebiasaan yaitu kemacetan karana transportasi umum kian susah di temui dengan adanya kredit motor murah dan mobil murah membuat jalanan ya gitu deh di banjiri kendaraan pribadi. Beli dan menjadi konsumtif saja sudah menjadi sebuah kebangaan semata di dalam kehidupan social masyarakat yang penuh dengah sebuah hasrat konsumtif ..biar dianggap orang yeaah.


Cuaca yang anomaly membuat badan harus di jaga kesehatanya, untungnya alam raya memberkati dengan cuaca yang membuat kami bisa melakukan ritual baca-baca di taman ini seperti biasanya. Salam dan bahagia bisa berkumpul menjalin silahtuahmi yang hampir seminggu ini terasing dalam kehidupan menjual tenaga kerja kepada pemilik modal dan terkontrol oleh namaya media social yang sebenarnya seharusnya membantu kita tapi malah membuat kita menjadi susah.


Teknologi pada hakekatnya di ciptakan untuk membantu aktifitas manusia bukanya malah menggangu aktifitas manusia itu sendiri, malahan bukanya untuk mempererat silahturahmi malah membuat jurang tak ada emosional tapi seperti ketemu dengan zombie tanpa ekspresi datar broo, sudah ketemu malah sibuk dan terlalu asyik dengan gadget penuh social media ..eeh teknologi mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat.




Uu _ruang menatap langit

Selasa, 18 Maret 2014

Baca-Baca di Taman 15 Maret 2014


baca-baca di taman 15 maret 2014


Baca-baca di taman sabtu 15 Maret 2014 jalanan malam ini sangat padat dan merayap menuju taman menteng karena ada deklarasi kampanye pemilu 2014 di daerah taman monas  …hooam macet satu setengah jam lebih menuju taman menteng waktu terlalu lama untuk mencapai taman menteng, tak seperti malam minggu yang seperti biasanya paling cuman 35 menit saja. Jalanan di penuhi para peserta simpatisan partai yang hendak pulang tapi terlihat aneh kebanyakan anak-anak di bawah umur belum mempunyai hak untuk memilih dan dipilih. Telat dari jadwal yang seperti biasanya 7:10 pm wah.. eforia masyarakat yang sebagian anak-anak di bawah umur yang bergembira menyambut kampanye sekalian sambil jalan-jalan di akhir pekan.

Macet dan merayap Jakarta malam ini. Taman Menteng di depan rumah kaca sepertinya sudah di tempati, ada yang melakukan sesi foto-foto dari anak-anak sekolah bernarsis ria. Malam ini yang katanya melakukan penggalangan dana untuk pensi, anak yatim dan lainya. Malam ini ramai dan di bebagai sisi taman di penuhi para pengunjung yang ingin menikmati suasana taman menteng yang gemerlap atau sambil menatap langit malam yang mendukung kami untuk berkumpul lagi di baca-baca di taman yeaah.

Pemilu selalu saja di penuhi bendera-bendera parpol, baliho, spanduk, poster, stiker dukung mendukung parpol berserta caleg dan capresnya, eeh ada juga yang menolak pemiludengan alasan yang tak jelas ada yang di domplengi oleh penguasa karena kalau menolak pemilu sudah pasti rezim lama yang berkuasa saat ini akan tetap berkuasa, ada juga yang menolak karena mungkin tak kebagian kue dalam pemilu, menolak pemilu adalah mengeluarkan jalan lain selain melaui pemilu sebagai demokrasi perwakilan, peubahan kekuasaan secara damai katanya atau merubahnya dengan sebuah pemberontakan bersenjata wah keren tuh untuk mengembalikan kedaulatan seharusnya di pegang penuh oleh rakyat itu sendiri ..aah sudah lah bukankah pemilu bukan menjadi ajang bagi-bagi roti kekuasaan, tapi seharusnya bagaimana membangun bangsa dan Negara.

Uu ruangmenataplangit


HIDUP KATA KERJA, BUKAN KATA MITOS




BIR (BIncang Ringan) HIDUP KATA KERJA BUKAN KATA MITOS 
( penulis: Jayadi K. Kastari artikel budaya terbitan  PENDAPA Tamansiswa , Edisi 51 Tahun XIX 2008 )

Kata ‘MITOS’ dalam percakapan yang sering kita dengar sehari-hari kata mitos lekat pada sebuah hal yang melekat pada tradisi lisan dari pada sebuah tradisi tulisan. Mitos pemahaman adalah dimana kita mengagung-agungkan sebuah mimpi. Yang membuat orang terlena karena sebuah cerita mimpi yang terlalu kosong. Mimpi yang agung-agungkan dan selalu saja di kobar-kobarkan, di dengung-dengungkan sehingga orang-orang jadi setengah percaya dan terlena dibuatnya. Kenapa menjadi setengah percaya? karena menjadi sesuatu yang ironis. Bertolak belakang dengan keadaan sesunguhnya (realitas).  Yang paling sering di dengung-dengungkan adalah mitos Indonesia adalah zamrud khatulistiwa. Ijo royo-royo, gemah ripah lohjonawi tata-titi-tentrem kerta raharja. Seperti yang prologkan dalam pergelaran wayang kulit. Itulah mitos Indonesia dalam imajinasi Pak Dalang. 


Mimpi yang di kemas dengan mitos itu adalah sebenarnya fatamorgana saja. Impian kosong yang seperti biasa menyesatkan dari kenyataan sebenarnya bukan tata titi & tentrem, juga harus ngati-ati, setiti lan urip kudu gumi (harus berhati-hati, hidup harus sederhana dan berhemat). Apa pun harus berhemat dan hidup sederhana sesuai dengan kebutuhanya bukanya menjadi konsumtif karana prestise semata. Sejak kenaikan BBM biaya hidup menjadi sangat mahal. Kehidupan di Indonesia menjadi mahal sekali seperti beras mamenjadi sangat mahal, pendidikan mahal, biaya hidup mahal. Ada mahasiswa yang berdemo sampai berbusa-busa bahkan berdarah-darah menuntuk pendidikan murah atau pun pendidikan gratis, harga beras di turunkan bahkan menjadi angin lalu saja. Pengamat pendidikan justru malah menohok aktifis mahasiswa, mana ada pendidikan berkualitas murah? Kalau mau pendidikan yang berkualitas harus siap dengan konsekwensinya. Pendidikan harus mahal. Kalau sudah membayar uang kuliahnya murah meminta fasilitas yang baik dan berkualitas prima itu berarti tak tahu diri. Pendidikan murah kualitasnya menjadi murahan. Mitos jawa selau mengajarkan bahwa: “jer basuki mawa bea” jika ingin hidup berhasil harus berani berkorban apa saja, tenaga, pikiran, termasuk harta benda. Tak ada keinginan lebih baik hanya ongkang-ongkang kaki. Tidak mau berproses. Tidak ada keberhasilan yang datang dengan sendiri atau pun jatuh dari langit. Keberhasilan harus di tebus dengan kerja keras, keringat, kalau perlu airmata.
 
bir :bincang ringan komunitas baca-baca di taman
meminjam sebuah idiom sebuah acara yang sudah tak tanyang lagi sekarang. Idiomnya seperti ini mungkin masih ingat “Wapres” Ucup Keliek, di Indonesia itu yang berlaku sebenarnya “bukan kerja keras , tapi keras dulu baru kerja”. Bahasa guyonan memang, setelah keras baru bisa bekerja. Masyarakat Indonesia di buai oleh mitos . mitos kalau tidak dimaknai dengan kerja keras, justru menjadi terelan dan pemalas. Taruhlah beras, bukanya petani yang diberi kemudahan pemerintah agar bisa panen raya dengan baiak, tetapi pemerintah mencari jalan pintas, kurang beras sealau impor. Fulus impor beras untuk para pejabat. Itu hanya menyelesaikan persoalan sesaat, tetapi sangat menyesatkan dan menyengsarakan petani. Etos keja petani sering tidak di hargai pemerintah sendiri. Saat panen raya pemerintah malah mengimpor beras berton-ton dari manca negara. Mitos kalau tidak dimaknai secara konstruktif justru membuat terlana dan akhirnya menuju jurang kehancuran. Bukanya kemakmuran yang di dapat justru kehancuran dan kemeralatan.

Bagaimana tidak hancur, mitos Negara yang beradab, tetapi etika dan moralitas sudah dilanggar. Setidaknya banyak kasus, pejabat memperkaya diri meski rakyatnya di bantai busung lapar. Pejabat hidup glamor, pamer kemewahan di tengah rakayat kecil yang beli beras saja tidak mampu. Pejabat bukanya menjadi teladan, berapa banyak pejabat yang menjadi koruptor. Pejabat seharusnya menjadi pelayan. Melayani rakyat, justru minta dilayani rakyat. Kalau dulu masa perjuangan, para pemimpin bangsa ini memberikan apa yang ia punya untuk rakyat, bangsa dan Negara. Pejabat sekarang justru mengambil milik Negara dan rakyat apa saja demi kepentingan sendiri.

Mitos memang menyimpan mimpi masa lalu demi keinginan masa mendatang. Mitos itu sendiri sering menjai sesuatu yang paradoksal. Bertitik tolak belakang dengan kenyataan yang terjadi, bisa-bisa memang menyesatkan. Tak usah jauh-jauh, dunia kampus juga sering membeikan teori muluk-muluk, mahasiswa menjadi terlena. Kampus dinanggap menjadi gerbang hidup mapan. Begitu didapat kenyataan yang terjadi, ketika justru label “sarjana” yang didapat tantangan justru semakin berat. Diam-diam, akhirnya menjadi sarjanapenganguran. Sarjana dengan predikat “ panji klantung” alis “klontang –klantung” wira-wiri mencari pekerjaan, imilh contoh , ketika masuk kuliah itu hanya jadi “sambilan” alis sambil lalau lalang tidak jelas orientasinya. Ketika lulus benar-benar lalu-lalang. Saya pribadi salut dengan mahasiswa kuliah sambil bekerja. Dengan bekerja sesunguhnya ia kuliah di universitas kehidupan.

Menyinggung soal penganguran pada saat itu data yang di peroleh tahun 2007. Menkokestra pada saat itu Abdul Rizal Bakrie menginformasikan tahun 2007 naik penganguran 2,5 juta. Bukanya tingkat kemakmuran tapi penganguran yang meningkat. Angka ini berasal dari angkatan kerja baru lulusan pendidikan sebanyak 2,3 juta dan 200 ribu kehilangan pekejaan akibat bencana alam: tanah longsor, gunung meletus, gempa bumi, banjir dan sebagainya. Padahal tahun 2007 ada 10,9 juta pengangguran. Tentu saja mencemaskan keresahan kerawanan sosial. Pada tahun 2013 menurut BPS tingkat penganguran kini Tahun ini tercatat ada 360 ribu orang sarjana lulusan universitas yang masih menganggur dari total pengangguran sebanyak 7,39 juta jiwa.

Pertanyaan, apakah anda akan menyusul menjadi penganguran intelektual? Mitos ketika menjadi sarjana mencari pekerjaan mudah, jangan percaya. Justu realitas menunjukan menjadi sarjana mencari pekerjaan sangat sulit. Kecuali ia mempunyai bekal skil dan kemandirian. Hanya orang-orang yang benyali yang bisa lolos dari lubang jarum penganguran intelekual. Selamat datang didunia nyata, bukan mitos. Hidup kata kerja, bukan kata mitos.

Dijahit oleh: Uu untuk ruangmenataplangit.blogspot.com

Minggu, 09 Maret 2014

Ehh ujan gerimis aja…!

Gerimis menuju taman menteng menuju ritual yang tak lengkap kalau tak dijalankan baca-baca di taman di depan rumah kaca yanag penuh pesona walau menjadi sesuatu hal yang aneh karena Indonesia adalah beriklim tropis. Bawa buku, buka dan baca di taman mengajak yang mau membaca berjamaah untuk membaca bersam di ruang terbuka yang menjadi sebuah oase ibu kota yang tampak gersang di tamani beton semua ..hmm.

Jalan ibu kota di bulan Maret ini sersa bergairah kembali tak seperti bulan yang sebelumnya Jakarta yang sedikit senyap. Malam ini Jalanan ibu kota yang begitu hidup seperti jalanan ibu kota yang menurut kami katanya Jakarta kembali noral lagi karena jalan tak lagi di demo oleh air yang kehilangan tempat resapan dan curah hujan pun berkurang walau pun cuaca awan begitu galau ingin menumpahkan seluruh airnya deras menyiram bumi tapi hanya rintikan hujan yang mengiringi langkah kami untuk berkumpul bersama di baca-baca di taman.

Taman Menteng langit pun senyum walau pun Nampak mendung tapi tak ada rintikan gerimis yang turun, air hujan Cuma pengantar jalan kami menuju taman yang menjadi sebuah tempat melepas kerinduan untuk berkumpul terlepas dari sebuah keterasingan hidup yang semakin melekat. Teknologi cuma alat memperlancar komunikasi bukan segal-galanya. Eksis di dunia maya menjadi selebritas di dunia yang tak nyata tapi di alam realitasnya tak ada nilihil. Dunia itu nyata itu bukan  tek’s dan tanda keberadaan sesorang untuk di akui oleh manusia lainya tapi tindakan langsung bukan dalam kata-kata staus dan twiit semata.

Hmm.. Padat ramai dan lancar hehehe jalan begitu semarak oleh parade mobil-mobil yang melaju menuju tempat-tempat yang pas saat akhir pekan setelah menjual tenaga kerjanya kepada pemilik modal (capital). Akhir pekan yang selalu dinanti berbagi cerita, bertemu di dunia yang nyata di ruang terbuka sambil menatap langit malam berharap hujan tak turun untuk melepas segala kepenatan beraktifitas hari sebelumnya yang begitu menjadi sesuatu yang teralienasi (pengasingan dengan manusia lainya) apa lagi yang di kontrol dengan gadget seharusnya gadget di kontrolnya.

Mau pintar kenap musti bayar !!

KBBT ruangmenataplangit

BIR (BIncang Ringan): GENERASI INSTAN


Selamat nge ..BIR

Salam dan bahagia

Apa sih generasi instan itu? Menurut saya, sebutan ini berlaku kepada sebuah generasi yang di jaman ini ketika semua di permudah dan berkembangnya teknologi yang sebenarnya membantu memudahkan manusia dalam kehidupan sehari-hari tapi malah tak menghargai sebuah proses untuk mencapainya karena semua sudah di sediakan dan hanya menjadi konsumen (pemakai).
Sebanarnya generasi instan yang saat ini terjadi adalah hal dimana di kondisikan ketika semuanya di permudah dengan cepat dan ekonomis tapi malah menghilangkan sebuah intuisi manusia dan daya juang untuk memecahkan permasalahan hidup, daya tahan adaptasi bertahan dalam kondisi hidup ini.
gambar:sumber internet

Genarasi intan siap saji dan siapa jadi itu yang di inginkan oleh sebuah system yang busuk (baca;kapitalisme), diman genarasi saat ini hanya menjadi konsumen yang pasif buat apa susah mencipta kalau sudah ada tinggal beli gampangkan ..namanya juga instan hehehe!
Generasi intsan dalam BINCANG RINGAN ini diterjemahkan secara bebas menjadi generasi yang selalu menginginkan sesuatu secara cepat, namun tidak tepat, cermat, dan menghargai sebuah proses. Generasi instan melakukan sesuatu tanpa perhitungan yang matang. Generasi instan sama sekali tidak melihat dari efektifitas dan efesiensi,karena yang dilihat hanya hasilnya. Dan instan menjadi sesuatu hal yang dangkal tak ada lagi penghargaa untu berproses untuk mepejuangkanya.

Tanda-tanda kita sudah terkontaminasi budaya instan:

1. Hanya mengukur keberhasilan dari hasilnya, bukan dari prosesnya
2. Tidak ingin mempelajari sesuatu secara menyeluruh dan sering memukul rata semua  segala sesuatu.
3. Membenci tahapan-tahapan/proses dalam melakukan sesuatu.
4. Sangat antusias dengan instilah-istilah  CARA CEPAT, CARA KILAT, PRAKTIS dan tidak pernah memikirkan bagaimana bisa cepat, kilat, dan praktis.
5. Malas mempelajari core/inti ilmu dan hanya senang menggunakan hasil kerja/temuan orang lain
dan masih banyak ciri-ciri lain dari generasi instan yang belum disampaikan dalam tulisan ini.

Generasi instan adalah generasi yang konsumtif, menginginkan segala sesatunya secara cepat tanpa perhitungan dan tidak menghargai proses hanya pencapai akhir saja yang penting hasilnya. Karena tak ada sesuatu yang jatuh dari langit semua butuh di perjuangan dan proses untuk mencapainya, seperti manusia menjadi bayi, anak-anak, dewasa dan tua.


dijahit oleh uu ruangmenataplangit

KUDETA 1 MARET 2014



Malam minggu yang terus diguyur hujan, saat berkudeta ..berkumpul dengan teman seperti biasa di baca-baca di taman pada awal bulan yang menjadi sebuah pengharapan baru bukan juga karena katanya sih tanggal muda karana waktunya gajian telah tiba hehehe.

1 Maret 2014 ,Sabtu malam Minggu dengan cuaca yang tak menentu dan hujan menguyur memberkati KUDETA (kumpul dengan teman) di baca-baca di taman yang seperti sebelumnya di depan teras depan rumah kaca hmm.. tak terasa sudah hampir satu tahun enam bulan berjalan kadang menanjak, mendaki turun merosot begitulah hidup penuh dengan dinamis yang bukan stastis yang membuat hidup tak lagi membuat kita hidup seras membosankan pada hari selalu berbeda kita sama yang menjadikan sebuah rutinitas yang stastis itu dan itu saja ketemu lagi. Merasakan sebuah rutinitas yang menjadi sebuah titik kejenuhan karana hidup menjadi tak lagi berwarna stag hitam dan putih saja.

Kudeta malam ini selamat bermacet ria di jalanan ibu kota yang semakin padat oleh kendaraan pribadi yeah karana transportasi masal yang kurang di fasilitasi pemerintah.


Uu ruangmentaplangit